Sebut Propaganda WHO, Politisi Senior Golkar Minta Hari Anti Tembakau Tak Perlu Diperingati

- 31 Mei 2021, 20:32 WIB
Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Golkar, Firman Soebagyo
Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Golkar, Firman Soebagyo /Foto: Partai Golkar/

Pedoman Tangerang - Politisi Senior Partai Golkar, Firman Soebagyo, mengkritik Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menyusun dan memasukkan World No Tobacco Day atau Hari Tanpa Tembakau Sedunia ke dalam daftar hari kesehatan masyarakat dunia pada 31 Mei 2021.

Menurut Firman, cara itu hanyalah propaganda WHO yang tak mampu menyelesaikan persoalan Covid-19. Ketidakmampuan itu berusaha ditutupi WHO dengan mempropagandakan rokok sebagai faktor penyebab covid-19.

“Hari Anti Tembakau sedunia yang diserukan oleh WHO dan kaum anti tembakau tidak perlu diperingati oleh kita. Kita harus memiliki kedaulatan dan kemandirian sendiri,” kata Firman di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Senin, 31 Mei 2021.

Baca Juga: Ketua DPR Minta APBN 2022 Antisipasi Ketidakpastian Akibat Covid-19

Ia mengingatkan bahwa Indonesia harus memiliki kedaulatan tanpa harus takut didikte oleh WHO. Lagi pula, secara legal tidak ada kewajiban bagi Indonesia untuk mengikuti seruan WHO. Firman mengatakan beberapa negara saja tidak menaati seruan WHO. Ia mencontohkan Amerika Serikat sampai hari ini tidak meratifikasi Framework on Convention Tobacco Control (FCTC).

“Dan, itu tidak ada sanksi,” ujar Anggota Komisi IV DPR RI ini.

Firman menjelaskan tembakau merupakan salah satu komoditas strategis yang sudah terbukti memberikan kontribusi nyata bagi negara. Penerimaan kas negara melalui cukai hasil tembakau terbukti mampu menambah penghasilan negara secara signifikan.

Baca Juga: Menyangkut Kehormatan Negara, DPR Dorong PMN Untuk Garuda Indonesia

Belum lagi penyerapan tenaga kerja atau padat karya baik tenaga kerja yang terlibat secara langsung maupun tak langsung di sektor tembakau juga turut merasakan manfaat ekonominya.

Program padat karya merupakan komitmen Presiden Joko Widodo untuk menciptakan tenaga kerja sehingga akan terwujud kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Namun, di lain sisi, adanya propaganda yang dilakukan kaum anti rokok memberikan dampak yang cukup besar bagi sektor pertembakauan. Antara lain yang terjadi adalah PHK massal dan gulung tikarnya pabrik rokok golongan menengah kecil.

Baca Juga: Pemerintah Ingin Hapus PLTU, DPR: Jangan Cuma Sekadar Wacana!

“Kami mendesak pemerintah untuk mengembalikan kedigdayaan dan kemandirian bangsa melalui perlindungan hukum bagi petani tembakau dan industri kretek nasional,” kata Firman.

Umumnya petani yang ada di pulau Jawa, kata Firman, menggantungkan hidup ke tanaman tembakau. Jawa Timur yang mayoritas masyarakat petaninya adalah Nahdliyyin atau pengikut organisasi Nahdlatul Ulama, telah lama mencari penghasilan lewat komoditas unggulan nusantara ini.

Untuk itu, ia meminta pemerintah tidak terkecoh dengan seruan WHO yang mempropagandakan anti tembakau. Jika seruan itu dijalankan pemerintah, Firman mengungkapkan, maka akan ada banyak petani yang kelimpungan dan kehilangan mata pencahariannya.

“Jutaan petani tembakau yang mayoritas Nahdliyin menggantungkan hidupnya dari sektor tembakau untuk kesejahteraan hidupnya. Jadi, siapapun yang mengganggu kelangsungan hidup mereka, sama saja melawan konstitusi,” kata Firman.***

Editor: Alfin Pulungan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah