Baleg DPR Minta Jokowi Tak Asal Tafsir Soal Putusan MK terhadap UU Cipta Kerja

- 1 Desember 2021, 16:22 WIB
Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Presiden Joko Widodo (Jokowi). /Foto: Antara

Pedoman Tangerang - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Mulyanto, meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) jangan membuat tafsir sendiri terkait putusan MK tentang pembatalan UU Cipta Kerja.

Pemerintah harusnya menghormati dan mengikuti amar putusan MK secara utuh dan tidak memaksakan kehendak untuk tetap menjalankan UU Cipta Kerja (Ciptaker) tersebut.

Mulyanto menyebut pernyataan Jokowi bahwa UU Ciptaker saat ini masih berlaku karena tidak ada satu pasal pun yang dibatalkan, tidak seluruhnya tepat.

“Saya tidak sependapat dengan penafsiran Pemerintah tersebut. Kita perlu cermat dan utuh dalam membaca teks keputusan MK dimaksud," kata Mulyanto dalam keterangannya, Rabu, 1 Desember 2021.

Baca Juga: KSAD Dudung: Saya Geram Rizieq Kata-katai Presiden Jokowi Berani Sekali Dia, Mendidih Darah Saya!

Mulyanto menjelaskan amar MK sudah sangat jelas minta kepada pembentuk UU untuk mereview dan merevisi UU Ciptaker secara materiil saat melakukan proses pembentukan kembali UU Ciptaker secara formiil. 

Selain itu, MK memerintahkan Pemerintah untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas bagi masyarakat, untuk menghindari dampak yang lebih besar dari pemberlakuan UU Ciptaker.

Ini artinya, secara tersirat, ada masalah dengan pasal-pasal UU Ciptaker secara materiil.

Alasannya adalah pertama putusan MK yang ada adalah bersifat formiil. MK tidak tidak atau belum melakukan uji materiil terhadap UU Ciptaker. 

Baca Juga: Anis Byarwati Sebut UU Cipta Kerja Lebih Tepat Inkonstitusional Tanpa Syarat

"Jadi memang MK tidak memutuskan pasal-pasal tertentu untuk dibatalkan. Dengan demikian pernyataan, “bahwa tidak ada satu pasal pun yang dibatalkan oleh MK” adalah tidak relevan," kata Mulyanto.

Kedua, MK memerintahkan agar terkait hal-hal yang bersifat strategis dan berdampak luas bagi masyarakat, agar aturan dalam UU Ciptaker untuk ditangguhkan. 

"MK memang secara eksplisit tidak membatalkan UU ini secara materiil, namun terkait hal-hal yang bersifat strategis dan berdampak luas, MK memerintahkan agar pemberlakuan UU Ciptaker ditangguhkan, untuk menghindari dampak yang lebih besar dalam masyarakat”, lanjut Mulyanto.

Baca Juga: UU Cipta Kerja Dibatalkan MK, DPR: Pemerintah Harus Segera Bekukan LPI

Mulyanto mengutip Pertimbangan Hukum No. [3.20.5] halaman 414 MK yang menyatakan:

“ Bahwa untuk menghindari dampak yang lebih besar terhadap pemberlakuan UU 11/2020 selama tenggang waktu 2 (dua) tahun tersebut Mahkamah juga menyatakan pelaksanaan UU 11/2020 yang berkaitan hal-hal yang bersifat strategis dan berdampak luas agar ditangguhkan terlebih dahulu, termasuk tidak dibenarkannya membentuk peraturan pelaksana baru serta tidak dibenarkan pula penyelenggara negara melakukan pengambilan kebijakan strategis yang dapat berdampak luas dengan mendasarkan pada norma UU 11/2020 yang secara formal telah dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat tersebut”.

Kemudian kembali ditegaskan dalam Amar Putusan No.7 halaman 417:

“Menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573)”.

Baca Juga: UU Cipta Kerja Dianggap Inkonstitusional oleh MK, AHY: Partai Demokrat Sejak Awal Sudah Menolak

"Ketiga MK meminta kepada pembentuk UU untuk mengkaji kembali beberapa substansi yang kontroversial dalam masyarakat. 

Ini secara tersirat MK mengakui perlunya review substansi UU Ciptaker oleh pembentuk UU dan sekaligus melakukan upaya perbaikan materiil saat melakukan proses pembentukan kembali UU Ciptaker secara formiil," ujar Mulyanto.

Dalam Pertimbangan Hukum No. [3.21] halaman 414, MK menyatakan:

“Menimbang bahwa tanpa bermaksud menilai konstitusionalitas materiil UU a quo, oleh karena terhadap UU a quo banyak diajukan permohonan pengujian secara materiil di Mahkamah, sementara Mahkamah belum mengadili UU a quo secara materiil maka dalam melakukan perbaikan proses pembentukan UU a quo, pembentuk undang-undang memiliki kesempatan untuk mengkaji kembali beberapa substansi yang menjadi keberatan dari beberapa kelompok masyarakat”.***

Editor: Muhammad Alfin


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah