Baca Juga: Puan Minta Perang Melawan Narkoba Tak Dikendurkan Meski Ada Pandemi
Hal ini akan memberi pengaruh terhadap para pembesar kerajaan, para tokoh agama dalam memandang pemerintah belanda.
Pada awalnya golongan Kristen termasuk kategori Eropa, penduduk pribumi yang beragama Kristen menikmati hukum yang sama dengan penduduk Eropa yang menganut Kristen.
Snouck tidak senang dengan aturan ini dan kemudian dihapuskan oleh Peraturan Pemerintah tahun 1854. Snouck meminta agar Pemerintah Hindia Belanda bersikap netral terhadap Agama.
Baca Juga: Jelang Idul Adha, Bupati Bangkalan Larang Warga Perantauan Pulang Kampung
Selanjutnya, mengenai ordonasi perkawinan Belanda beranggapan bahwa rumah tangga adalah awal mula dari kepentingan politik, sedangkan sistemnya masih menurut ajaran Islam.
Hal inilah yang membuat Belanda melakukan pembaharuan sistem perkawinan dengan mengeluarkan Rancangan UU Perkawinan tahun 1937.
Ordonansi perkawinan ini memberikan kesempatan seseorang kawin di catatan sipil, istri hanya diwajibkan satu (no polygamy), dan perceraian jatuh bila dilakukan melalui pengadilan.
Baca Juga: Nakes Wisma Atlet Gugur karena Covid-19, LaNyalla Ucapkan Duka Cita
Selain sikap kontroversialnya yaitu mendukung pemerintah Belanda untuk meredam perjuangan rakyat Aceh dan Banten, Snouck juga punya sisi humanis untuk masyarakat Indonesia di masa politik etis.