Pedoman Tangerang - Dengan presiden baru yang memimpin di Teheran, hubungan antara Iran dan beberapa negara Arab tetangga tampaknya bergerak ke arah de-eskalasi mengingat momentum perdamaian yang dihasilkan setelah kemenangan Ayatollah Ebrahim Raisi dalam pemilihan presiden Iran.
Ayatollah Raisi telah lama digambarkan oleh media asing sebagai politisi dengan pandangan konservatif, beberapa media bahkan menyebutnya "garis keras" yang akan menghadapi kesulitan meningkatkan hubungan Iran dengan masyarakat internasional.
Tetapi, beberapa negara tetangga Iran, yaitu negara-negara Arab yang telah lama mengeluhkan politik luar negeri Presiden Hassan Rouhani, melihat adanya peluang untuk memperbaiki hubungan dengan negeri para Mullah tersebut.
Baca Juga: Waduh, Polda Metro Jaya Rencanakan Pembatasan Lalu Lintas, Cek Jalan yang akan Dibatasi
Arab Saudi dan sekutunya seperti Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain telah berselisih dengan Iran setidaknya sejak 2016 ketika Arab Saudi memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran, Arab Saudi mendorong sekutunya untuk menghentikan hubungan diplomatik mereka dengan Iran.
Mereka juga melakukan kampanye sengit melawan kesepakatan nuklir 2015, yang secara resmi dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA), antara Iran dan negara-negara besar dunia.
Alasan mendasar bagi Arab Saudi untuk menentang JCPOA adalah karena JCPOA tidak membahas isu-isu regional yang menarik bagi kepentingan Saudi.
Baca Juga: DPR Minta Pemerintah Evaluasi Total Pembangunan Sektor Migas
Menghadapi kampanye yang dipimpin Saudi melawan JCPOA, Iran berusaha untuk menghilangkan kekhawatiran tetangga Arabnya atas kesepakatan nuklir dengan menghadirkan inisiatif perdamaian yang disebut Hormuz Peace Endeavour (HOPE).