Jaga Daya Beli Masyarakat, Ini Upaya yang Dilakukan Pemerintah

- 14 Mei 2022, 15:41 WIB
Ilustrasi pasar rakyat.
Ilustrasi pasar rakyat. /Foto: Antara.

Piter menekankan tumbuhnya konsumsi rumah tangga kali ini memang lebih disebabkan adanya kelonggaran mobilitas masyarakat.

Bahkan, kata dia, di tengah pengetatan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), mobilitas masyarakat relatif masih cukup longgar dan aktivitas ekonomi masih berjalan. 

Baca Juga: Fakta Tumbangnya Kekuasaan Soeharto dan Ferdinand Marcos Tidak Jauh Beda, Berikut Sejarahnya

“Pertumbuhan konsumsi diyakini akan jauh lebih baik pada triwulan II di mana pemerintah benar-benar membebaskan mobilitas masyarakat. Bisa bebas mudik lebaran,” katanya. 

Ia menambahkan, untuk mempertahankan atau bahkan mendorong konsumsi, pemerintah harus memastikan pandemi benar-benar melandai atau bahkan berakhir. Dengan demikian, mobilitas dan aktivitas ekonomi bisa kembali normal. “Masyarakat bisa kembali bekerja dan mendapatkan income atau daya belinya,” imbuhnya.

Tantangan Menjaga Daya Beli Meski daya beli masyarakat saat ini mulai pulih, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira justru melihat ada sejumlah tantangan dalam menjaga daya beli. Tantangan tersebut berasal dari inflasi disebabkan oleh harga pangan maupun energi. 

Sebagaimana diketahui, konflik antara Rusia dan Ukraina telah menyebabkan beberapa harga komoditas global meningkat. Perseteruan kedua negara itu juga menciptakan gejolak harga minyak dunia, termasuk di Indonesia.

"Hantu inflasi akan menekan konsumsi rumah tangga khususnya kelas menengah bawah, yang tadinya mau belanjakan uang untuk properti dan kendaraan bermotor karena harga BBM naik maka ditunda dulu," kata Bima dihubungi terpisah. 

Baca Juga: Hasil Lengkap Semifinal Thomas Cup 2022: Indonesia dan India Melaju ke Final

Untuk mengantisipasi hal itu, maka pemerintah disarankan harus menjaga stabilitas harga dengan beragam cara, termasuk naikkan subsidi energi, pupuk hingga batalkan rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN). "Soal PPN misalnya harusnya diberi insentif atau diturunkan tarifnya dari 11 persen menjadi 9 persen bukan terus naik," ujarnya. 

Halaman:

Editor: R. Adi Surya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah