Hukum Musik Dalam Islam: Halal atau Haram?

28 Juli 2021, 16:58 WIB
Ilustrasi musik islami /Pixabay/murtaza_ali

Pedoman Tangerang - Musik adalah kesenian memikat yang dinikmati oleh setiap orang, baik kaula muda dan tua pasti menikmati musik.

Namun belakangan, mantan personel band NOAH, Uki dalam pernyataannya di kanal YouTube Belajar Sunnah malah mengatakan bahwa musik itu haram dan penebar maksiat.

"Terus kalau saya bilang dengan uang ini saya bisa sedekah banyak, tapi kita melakukan yang haram, nggak bisa. Jadi untuk dari segi musiknya. Karena ketika musik itu kalian nggak lakukan otomatis kalian tuh menutup pintu khamar, pintu rokok juga, terus bercampur dengan wanita. Jadi dengan menutupnya pintu musik dan industri musik, kalian itu menutup banyak hal yang sifatnya mudarat," ujarnya.

Baca Juga: Menag Beri Ucapan kepada Umat Baha'i Tuai Kontroversi

Artis yang baru saja memasuki fase hijrah tersebut secara ekstrim menjelaskan bahwa industri musik adalah haram dan dilarang dalam agama.

Lantas benarkah Islam memandang bahwa musik itu haram? 

Perbedaan Ulama soal Musik

Memang benar bahwa ada beberapa ulama yang memakruhkan musik seperti Qadi Abu Tayyib al-Tabari, Syafi’i, Malik, Abu Hanifah, Sufyan dan ada pula yang menyatakan bahwa musik hukumnya haram.

Baca Juga: Berjalan Kaki Secara Rutin Bisa Bikin Otak Encer

Seperti kata Imam Syafi’i, ”Menyanyi hukumnya makruh dan menyerupai kebatilan. Barang siapa sering bernyanyi maka tergolong safeh (orang bodoh). Karena itu, syahadah-nya (kesaksiannya dalam perkara hukum) ditolak”

Begitu juga dengan Imam Malik. Guru al-Syafi’i ini melarang keras musik. Menurutnya, “Jika seseorang membeli budak perempuan, dan ternyata budak tersebut seorang penyanyi, maka pembeli berhak untuk mengembalikan budak tersebut (karena termasuk cacat). Pendapat Imam Malik ini kemudian diikuti oleh mayoritas ulama Madinah kecuali Ibnu Sa’id.

Baca Juga: Iman dan Imun Jadi Solusi Hadapi Pandemi

Adapun pendapat ulama yang memperbolehkan mendengarkan musik datang dari Abu Thalib al-Makki.

Menurut Abu Thalib, para sahabat Nabi SAW, seperti Abdullah bin Ja’far, Abdullah bi Zubair, Mughirah bin Syu’bah, Muawiyah dan sahabat Nabi lainnya suka mendengarkan musik.

Menurutnya, mendengarkan musik atau nyanyian hampir sudah mentradisi dikalangan ulama salaf ataupun para tabi’in.

Baca Juga: Tulisan Arab dan Arti Surat Al Kafirun, Alasan dan Tempat Turunnya

Bahkan, kata Abu Thalib, ketika dia berada di Makkah, pada saat peringatan hari-hari besar, orang-orang Hijaz merayakannya dengan pagelaran musik.

Suatu ketika Abi Hasan bin Salim ditanya Abi Thalib, “Mengapa engkau melarang mendengarkan musik, sementara al-Junaidi, Sirri Al-Saqati dan Dzunnun al-Misri senang mendengarkan musik?”

Hasan bin Salim menjawab, “Saya tidak pernah melarang orang mendengarkan musik, sebagaimana halnya orang-orang yang lebih baik dariku. Aku hanya melarang bermain dan bersenda gurau dalam mendengarkan musik.”

Baca Juga: Orangtua Tak Lindungi Anak Dari Program TV Tak Mendidik dan Paparan Virus Covid-19

Dalam pandangan Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali, larangan tersebut tidak ditunjukkan pada alat musiknya (seruling atau gitar), melainkan disebabkan karena “sesuatu yang lain” (amrun kharij).

Menurut Imam Ghazali, alat musik tersebut pada zaman jahiliyah lebih identik dimainkan di tempat-tempat maksiat, sebagai musik, klab-klab malam para saudagar Jahiliyah yang diiring pesta minuman keras dan tarian telanjang para wanita.

Jika musik dilekatkan dengan hal-hal di atas, maka hukumnya otomatis haram. 

Baca Juga: Ketika PPKM Darurat Membatasi Mobilitas, Anak-Anak Indonesia Tetap Meraih Prestasi Tanpa Kenal Batas

Jika sebaliknya, musik membawa ketaatan, kegembiraan, suasana syahdu bahkan mengingat Tuhan dan keagunganya, maka musik tersebut diutamakan untuk dinyanyikan. Wallahu a'lam.***

Editor: R. Adi Surya

Tags

Terkini

Terpopuler