Snouck Hurgronje, Kiprah dan Perannya Bagi Islam Indonesia

- 26 Juni 2021, 10:03 WIB
Foto Snouck Hurgronje
Foto Snouck Hurgronje /Facebook/Tortor/

Pedoman Tangerang - Dalam sejarah Indonesia pasti tokoh Snouck Hurgronje tidak pernah terlupakan bagi bangsa Indonesia dan umat Islam khususnya.

Ia dikenal sebagai seorang orientalis (ahli ketimuran) berkebangsaan Belanda, ahli Bahasa Arab, ahli agama Islam, ahli bahasa dan kebudayaan Indonesia, dan penasihat pemerintah Hindia Belanda dalam masalah keIslaman.

Dalam sejarah ilmu ketimuran, Snouck adalah bapak orientalisme yang mengkaji soal keislaman masyarakat Indonesia.

Baca Juga: Prediksi Pertandingan Wales vs Denmark, 16 Besar Euro Jumat 26 Juni 2021

Christiaan Snouck Hurgronje lahir pada tanggal 8 Februari 1857 di Oosterhout, Belanda dan meninggal dunia di Leiden tanggal 26 Juni 1936.

Snouck Hurgronje merupakan anak keempat pasangan pendeta JJ.Snouck Hurgronje dan Anna Maria, putrid pendeta D. Christiaan de Visser.

Ketika usianya 18 tahun, ia masuk universitas Leiden.

Baca Juga: Tarik Uang, 48 Calon Jemaah Haji Banten Dianggap Mundur

Awalnya ia adalah mahasiswa fakultas Teologi, kemudian ia pindah ke fakultas sastra jurusan Arab.

Setelah berhasil meraihgelar doctor bidang sastr Semit (1880), ia mengajar pada pendidikan khusus calon pegawai di Indonesia (indologie) di Leiden.

Pada tahun 1885 ia kembali mengajar di Universitas Leiden.

Baca Juga: Udara Jakarta dan Sekitarnya Terasa Lebih Dingin Kok Bisa! Simak Penjelasan dari BMKG

Pada akhir tahun 1884, Snouck Hurgronje menyamar sebagai seorang mualaf bernama Abdul Gafar untuk meneliti watak dan kebiasaan umat Islam di Mekkah, kota suci Islam pertama.

Ia datang ke Jeddah dan tinggal di sana selama lima bulan, kemudian memasuki kota Mekah dan tinggal di sana selama tujuh bulan.

Kunjugan ke Mekah ini sengaja dilakukan di luar musim haji, sehingga ia leluasa menggunakan waktu sehari-hari untuk membicarakan masalah Islam dengan para ulama di sana.

Baca Juga: Thailand Ancam Hukum Facebook Jika Sebar Kebencian Pada Kerajaan

Selain itu, ia juga bermaksud ingin melihat koleksi buku dan naskah yang ada disana.

Setelah itu Snouck pindah tinggal bersama-sama dengan Aboe Bakar Djajadiningrat, seorang tokoh rakyat Aceh yang kebetulan tinggal sementara di Mekah.

Namun, dalam surat kepada seorang teman sekaligus gurunya yang ahli islamologi Jerman Theodor Noldeke, ia mengatakan bahwa ia hanya melakukan idhar al-islam, bersikap Islam secara lahiriah.

Baca Juga: Viral Kasus Jual Beli Selfie KTP, Polri: Proses Penyelidikan

Dalam suratnya tersebut ia juga menyebutkan bahwa semua tindakannya itu sebenarnya bertujuan agar mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya soal Islam dan bisa membaca watak manusia Indonesia lebih mendalam.

Dari pengalamannya di Mekah, Snouck melihat sifat fanatik umat Islam Hindia Belanda, terutama suku Aceh, dalam melawan Belanda, kKarenaitu, niatnya untuk mengetahui Hindia Belanda semakin kuat.

Setelah kembali dari Mekah, pada 1887 ia menulis sepucuk surat kepada Pemerintah Belanda agar diizinkan pergi ke Hindia Belanda, untuk membantu Gubernur Jenderal Hindia Belanda guna lebih lanjut menelaah agama Islam dan hal-hal yang bersangkutan dengan itu selama dua tahun, dan permohonan ini disetujui pada 1889.

Baca Juga: Spiderman dan Iron Man Turun Gunung ke Jakarta Utara Demi Cegah Covid-19

Pada tahun 1889 Snouck Hurgronje pergi ke Indonesia dengan tugas meneliti suku Aceh, bahkan ia pernah menetap di Batavia untuk meneliti masalah Islam di Jawa.

Selama di Aceh tahun 1891-1892 ia melakukan penelitian dengan tujuan untuk mendapatkan pengetahuan tentang pengaruh Islam atas kehidupan ketatanegaraan, kemasyarakatan, dan keagamaan rakyat Aceh.

Metode yang menurut Snouck dapat dipakai ketika mengorek keterangan di Aceh adalah menyerupai cara kerja di Mekah.

Baca Juga: PPATK Temukan Penyimpanan APBD, Kapolri dan Jaksa Agung Didesak Lakukan Penyelidikan

Pada tanggal 15 Maret 1891, ia diangkat menjadi penasehat bahasa-bahasa Timur dan hukum Islam. Selajutnya, pada 9 Juli, ia berangkat ke Aceh dan menetap di Kutaraja.

Setelah hampir setahun di Aceh, pada tanggal 4 Februari 1892 ia kembali ke Batavia. Selanjutnya, padatahun 1899 ia menjabat sebagai penasehat urusan Pribumi, dan Arab.

Pemikiran Snouck Hurgronje tentang Islam tercermin dalam kebijakannya dalam menangani masalah-masalah Islam di Indonesia, seperti memeberikan kebebasan dalam bidang agama, melaksanakan asosiasi di bidang social kemasyarakatan, dan menindak tegas setiap faktor yang bisa menimbulkan pemberontakan dalam bidang politik.

Baca Juga: Kominfo Pertimbangkan Blokir Higgs Domino, PUBG, Free Fire dan Mobile Legends, Apa Alasannya?

Snouck memberi peringatan kepada Belanda untuk tetap mempertahankan kelestarian warisan nenek moyang.

Mengenai watak Islam di Indonesia, Snouck membedakan antara Islam sebagai kultur dan Islam sebagai politik.

Yang perlu diwaspadai oleh pemerintah Hindia Belanda adalah Islam sebagai politik, tapi Islam sebagai kultur dan adat, pemerintah diminta untuk turut memajukannya bahkan itu kesempatan untuk mendekatkan pemerintah dengan umat Islam.

Baca Juga: Pelaku Pungutan liar di Jakarta Barat Dibekuk Polisi

Snouck Hurgronje memiliki pengaruh besar bagi Belanda dalam membuat kebijakan-kebijakan untuk muslim di Indonesia.

Beberapa bentuk kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Belanda di bidang agama, di antaranya adalah netral agama, ordonasi perkawinan, peraturan tentang haji, kebijakan terhadap tarekat dan pan islam,dan lain-lain.

Dalam netralisasi agama Belanda harus menyingkirkan segala rintangan untuk melaksanakan ibadah haji di Mekah.

Baca Juga: Puan Minta Perang Melawan Narkoba Tak Dikendurkan Meski Ada Pandemi

Hal ini akan memberi pengaruh terhadap para pembesar kerajaan, para tokoh agama dalam memandang pemerintah belanda.

Pada awalnya golongan Kristen termasuk kategori Eropa, penduduk pribumi yang beragama Kristen menikmati hukum yang sama dengan penduduk Eropa yang menganut Kristen.

Snouck tidak senang dengan aturan ini dan kemudian dihapuskan oleh Peraturan Pemerintah tahun 1854. Snouck meminta agar Pemerintah Hindia Belanda bersikap netral terhadap Agama.

Baca Juga: Jelang Idul Adha, Bupati Bangkalan Larang Warga Perantauan Pulang Kampung

Selanjutnya, mengenai ordonasi perkawinan Belanda beranggapan bahwa rumah tangga adalah awal mula dari kepentingan politik, sedangkan sistemnya masih menurut ajaran Islam.

Hal inilah yang membuat Belanda melakukan pembaharuan sistem perkawinan dengan mengeluarkan Rancangan UU Perkawinan tahun 1937.

Ordonansi perkawinan ini memberikan kesempatan seseorang kawin di catatan sipil, istri hanya diwajibkan satu (no polygamy), dan perceraian jatuh bila dilakukan melalui pengadilan.

Baca Juga: Nakes Wisma Atlet Gugur karena Covid-19, LaNyalla Ucapkan Duka Cita

Selain sikap kontroversialnya yaitu mendukung pemerintah Belanda untuk meredam perjuangan rakyat Aceh dan Banten, Snouck juga punya sisi humanis untuk masyarakat Indonesia di masa politik etis.

Snouck bahkan mendorong agar siswa-siswi Indonesia untuk maju dengan memberi beasiswa bahkan dikirim untuk belajar ke Belanda yang sistemnya lebih demokratis.

Salah satu tokoh yang ditawarkan oleh Snouck adalah Tan Malaka.***

Editor: R. Adi Surya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x