TII: Keterbukaan Data Hasil Pemilu di Indonesia Masih Mendapatkan Rapor Merah

8 September 2021, 13:00 WIB
Ilustrasi Pemilihan Umum. /Pixabay/OrnaW

Pedoman Tangerang - Keterbukaan data hasil pemilu di Indonesia masih mendapatkan rapor merah, hal ini terungkap pada diskusi The Indonesian Forum (TIF) Seri ke 78 dengan tema “Ekosistem Civic Tech dan Kesiapan Data Pemilu Terbuka dalam Rangka Meningkatkan Integritas Pemilu di Indonesia”, Jakarta pada Selasa, 7 September 2021.

Adinda Tenriangke Muchtar selaku Direktur Eksekutif The Indonesian Institute (TII), Center for Public Policy Research, mengatakan bahwa berdasarkan hasil studi kualitatif TII yang berkolaborasi dengan Perludem dan Program RESPECT terkait keterbukaan data pemilu, menunjukkan bahwa dari 15 dataset yang dilihat, 7 dataset dinilai telah terbuka atau “hijau” dan 2 dataset dinilai “merah” atau tidak terbuka. Data yang dinilai “merah” adalah data tentang hasil pemilu dan keamanan pemilu.

Selanjutnya, Adinda juga menambahkan bahwa dari delapan elemen ekosistem civic tech yang diteliti oleh TII, hanya satu elemen yang mendapat nilai “merah”, yaitu elemen infrastruktur teknologi dan keterampilan SDM. Sedangkan elemen kepemimpinan dan komitmen politik, keterlibatan dan kapasitas kelompok masyarakat, dan dukungan anggaran dinilai sudah baik atau mendapat nilai “hijau”.

Baca Juga: Anak Muda Diharapkan Masuk Politik dan Tangkal Hoax di Era Digital

Indonesia sebenarnya telah memiliki komitmen untuk membangun ekosistem civic tech terkait data pemilu terbuka.

Akan tetapi, terdapat tantangan berupa komitmen politik mengenai data pemilu terbuka, keterbatasan anggaran, ketidaksamaan visi dan komitmen dari stakeholder terkait data pemilu terbuka, penolakan dari kandidat pemilu untuk membuka profil mereka saat mengikuti kompetisi politik.

Format data pemilu yang belum menerapkan prinsip open data dan inklusi, belum terintegrasinya data, dan interpretasi beragam mengenai peraturan pemilu, papar Adinda.

Baca Juga: Kim Tae Ri Konfirmasi Drakor Baru dengan Bintang StartUp Nam Joo Hyuk

Di sisi lain, TII juga mengapresiasi komitmen KPU untuk melanjutkan penyediaan data pemilu terbuka lewat situs open datanya.

TII juga menyambut baik kebersediaan KPU, DPR, LSM demokrasi dan komunitas IT, untuk bersama-sama mendukung ekosistem civic tech dan data pemilu terbuka demi mendorong integritas pemilu dan akuntabilitas penyelenggara pemilu, peserta pemilu, dan para pihak terkait lainnya.

Menanggapi hasil studi TII, Viryan Aziz, Komisioner Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) menyatakan bahwa data pemilu terbuka yang merupakan bagian dari digitalisasi pemilu merupakan suatu hal yang penting bagi negara demokrasi.

Baca Juga: Jelang Laga Lawan Persib, Tiga Pemain Persita Absen di BRI Liga 1

Dirinya juga sangat mengapresiasi studi ini dan inisiatif masyarakat sipil dalam mendorong integritas pemilu.

Viryan menjelaskan hal tersebut dalam lima prinsip pengembangan digitalisasi pemilu, yaitu meningkatkan derajat pemilu demokratis, dilakukan di semua tahapan kecuali penghitungan suara, dapat memudahkan para pihak (peserta dan pemilih), menjamin keamanan digital dan keterbukaan data pemilu.

Terkait keamanan data pemilu, Viryan mengatakan bahwa KPU telah menyadari hal tersebut sejak lama.

Baca Juga: Viral, Pony si Orang Hutan yang Menjadi Budak Seks di Kalimantan Tengah

Untuk itu, KPU menjamin data pribadi yang ada di KPU terlindungi dengan baik dan tidak terjadi kebocoran data. Oleh karena itu, data perlu dikelola dengan baik sehingga data tersebut dapat bermakna.

Pembicara selanjutnya, Maharddhika, peneliti Perludem mengatakan bahwa pemilu bukan hanya milik penyelenggara pemilu ataupun peserta pemilu, tetapi juga milik pemilih.

Untuk itu, Maharddhika mengajak pemilih untuk berperan aktif dalam setiap tahapan pemilu.

Baca Juga: Baim Wong Namanya Muncul di Penipuan via SMS, Polisi Bekuk Pelaku yang Cuma Lulusan SD dan SMP

Maharddhika juga mengatakan bahwa perlu membuat program data pemilu terbuka yang bersifat keberlanjutan.

Misalnya melalui kokreasi dan kolaborasi, serta pijakan kebijakan yang jelas. Sehingga, jika terjadi pergantian kepemimpinan di KPU, maka program tersebut dapat tetap terus berjalan.

Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Mardani Ali Sera, Anggota Komisi II DPR RI yang mengatakan bahwa program data pemilu terbuka harus berkelanjutan.

Baca Juga: Kemenkumham Umumkan 280.626 Pelamar SMA Lolos ke Tahap Seleksi Kompetensi Dasar, Selengkapnya Cek Disini

Akan tetapi, Mardani mengingatkan bahwa saat ini merupakan waktu yang krusial bagi komisoner KPU RI, karena saat tahapan pemilu sedang dirancang, termasuk mendorong progam data pemilu terbuka, masa jabatan mereka akan habis di tahun 2022. Oleh karena itu, dibutuhkan regulasi yang dapat membuat program ini menjadi berkelanjutan.

"Seringkali kawan-kawan KPU dituduh lepas tangan atas inisiatif yang disampaikannya, padahal sebenarnya KPU pun memiliki keterbatasan sebagaimana yang terdapat dalam undang-undang," papar Mardani.

Diskusi TII kali ini juga menghadirkan perwakilan dari komunitas IT, yaitu Arthur Glenn Maail dari Open Data Labs Jakarta.

Menurutnya, berdasarkan Open Data Barometer, status Indonesia saat ini mendapatkan skor 37 dari skala 100.

Penilaian Open Data Barometer ini berdasarkan pada tiga faktor yaitu aspek kesiapan, ketersediaan regulasi, dan efek atau dampak yang ditimbulkan.

Arthur mengatakan kedepannya yang dapat ditingkatkan adalah pelibatan masyarakat sipil yang berada di daerah, karena selama ini kelompok yang dilibatkan lebih banyak dari Jakarta.

"Dalam gelombang ketiga open data, prinsip data yang memberdayakan dan inklusi terkait partisipasi publik juga sangat penting," ujar Glenn.

Diskusi ini ditutup dengan semangat untuk mengawal setiap proses pemilu, termasuk sinergi dan kolaborasi beragam pihak untuk mendorong terciptanya pemilu yang berintegritas, khususnya melalui ekosistem civic tech yang kondusif dan kesiapan data pemilu terbuka.***

Editor: R. Adi Surya

Tags

Terkini

Terpopuler