Menakutkan! Intelijen Inggris Ungkapkan Bahaya 'Jebakan Hutang' China, Lalu Bagaimana Indonesia?

- 2 Desember 2021, 17:10 WIB
Bahaya Hutang China Terhadap Indonesia.
Bahaya Hutang China Terhadap Indonesia. /Pixabay/chickenonline

Pedoman Tangerang - Menakutkan! Intelijen Inggris ungkapkan bahaya jebakan hutang China, lalu bagaimana Indonesia? Richard Moore kepala intelijen Inggris mengungkapkan kepada BBC radio 4, ‘jebakan utang’ dan ‘jebakan data’ yang dilakukan China.

Mantan agen rahasia itu juga menyebut Beijing mencoba memanfaatkan pengaruhnya melalui kebijakan ekonomi yang bertujuan membuat orang-orang terperangkap.

Terkait ‘jebakan data’, Moore mengungkapkan hal yang tidak kalah mengejutkan.

Ia menambahkan, China memiliki kapasitas untuk ‘mengumpulkan data dari seluruh dunia’ dan menggunakan uang untuk ‘membuat orang lain tertarik’.

Baca Juga: Ingin Lengserkan Jokowi, Reuni Berkedok Kudeta, Aparat Bergerak Cepat Lumpuhkan Dalang 212? Begini Realitanya

Ia juga memperingatkan, potensi ‘salah perhitungan’ lantaran kepercayaan diri Beijing pada isu seperti situasi di Taiwan, yang bisa menimbulkan ancaman serius pagi perdamaian global.

Lantas, bagaimana dengan utang dan investasi China di Indonesia?

Dilansir dari BBC, pada Kamis 2 Desember 2021, menurut data data Bank Indonesia (BI) menunjukkan utang luar negeri Indonesia ke China per Agustus 2021 berjumlah 21,2 miliar dolar AS (Rp305 triliun).

China merupakan peminjam terbesar keempat kepada Indonesia, setelah Singapura, Amerika Serikat (AS), dan Jepang. Data juga menunjukkan, jumlah utang Indonesia meningkat lebih dari 400 persen dalam 10 tahun terakhir.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai investasi China di Indonesia pada 2020 berjumlah 4,8 miliar dolar AS (Rp 68,9 triliun).

Nilai investasi itu meningkat lebih dari dua kali lipat ketimbang 2018 lalu yang berkisar 2,37 miliar dolar AS. Peningkatan investasi China tidak lepas dari proyek Belt and Road (BRI), program ambisius Presiden Xi Jinping yang dimulai pada 2013. Indonesia mendapatkan 72 proyek BRI bernilai total 21 miliar dolar AS sejak 2015.

Baca Juga: Anies Baswedan dan Petinggi PKS Hidayat Nurwahid Berfoto dengan Petinggi Isis, Benarkah? Cek Faktanya

Selain itu, China juga merupakan negara kedua dengan nilai investasi terbesar kedua di Indonesia setelah Singapura.

Dengan perkembangan investasi dan utang luar negeri China yang terus meningkat, lantas apakah Indonesia berisiko mengalami ‘jebakan utang’ China?

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan, potensi tersebut selalu ada.

Apalagi, investasi China berkembang sangat cepat dalam lima tahun terakhir dan kesepakatan yang terbangun tidak hanya melalui pemerintah, namun juga swasta dan BUMN.

Menurutnya, apabila ‘jebakan utang’ yang dimaksud adalah penyerahan pengelolaan aset kepada China lantaran gagal membayar utang, maka kasus seperti ini memang belum terjadi di Indonesia.

Namun, beberapa negara sudah mengalaminya seperti Uganda yang menyerahkan pengelolaan Bandara Internasional Entebbe karena gagal membayar utang. Kemudian Srilanka yang pada 2018 lalu menyerahkan pengelolaan Pelabuhan Hambantota yang dibangun melalui bantuan utang China sebesar 1,5 miliar dolar AS.

“Apakah kita sudah masuk dalam jebakan utang, belum, tetapi risikonya tetap ada. Itu yang perlu diantisipasi,” tegas Faisal.

Ia mengatakan, pembengkakan biaya pada proyek kereta cepat Jakarta-Bandung menjadi salah satu indikasi buruk akan potensi tersebut.

Pasalnya, pemerintah akhirnya ikut menjamin proyek tersebut melalui penanaman modal sebesar Rp 4 triliun untuk membantu menutupi pembengkakan biaya, kendati pada kesepakatan awalnya pemerintah tidak ikut menjamin proyek itu. “Potensi seperti itu harus diantisipasi dengan perencanaan yang lebih baik, sehingga tidak ada pembengkakan biaya yang besar, juga konsistensi antara kesepakatan awal dengan realisasinya,” imbuh Faisal.

Jauh sebelum itu, pada 2019 lalu, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meyakini Indonesia bisa terhindar dari jebakan utang China.

“Ada yang memperingatkan debt trap, itu untuk yang skemanya tidak seperti kita. Kita tidak melakukan perjanjian G to G (antar pemerintah). Skema B to B (antar badan usaha) itu sangat baik untuk mengurangi resiko jebakan ini,” terang Luhut dikutip dari situs resmi Kemenko Marves.***

Editor: Bustamil Arifin

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah