SETARA Beri 5 Catatan Terkait RANHAM 2021-2025, Diantaranya Soal Pelanggaran HAM Berat

- 6 Agustus 2021, 19:30 WIB
SETARA Institute beri 5 catatan terkait RANHAM 2021-2025, diantaranya soal pelanggaran HAM berat.
SETARA Institute beri 5 catatan terkait RANHAM 2021-2025, diantaranya soal pelanggaran HAM berat. /Foto: Antara.

Pedoman Tangerang - Lembaga kemanusiaan SETARA Institute memberi lima catatan untuk pemerintah soal pengesahan Rancangan Aksi Nasional Hak Asasi Manusia atau RANHAM 2021-2025.

Kemarin, 5 Agustus 2021, Kementerian Hukum dan HAM resmi meluncurkan RANHAM Generasi V atau RANHAM 2021-2025. Ketentuan ini disahkan melalui Perpres Nomor 53 Tahun 2021 yang nantinya berfokus terhadap pemajuan HAM bagi empat kelompok sasaran: perempuan, anak, penyandang disabilitas, dan kelompok masyarakat adat.

SETARA Institute mengapresiasi langkah pemerintah soal pengesahan RANHAM tersebut. Meski begitu, mereka menyayangkan keterlambatan proses perumusan RANHAM Generasi V yang seharusnya dapat disahkan pada tahun 2020 pasca berakhirnya RANHAM Generasi IV di tahun 2019.

"Keterlambatan tersebut menunjukkan kurang kuatnya komitmen pemerintah dalam menjadikan RANHAM sebagai pedoman pemajuan HAM yang bersifat berkesinambungan setiap 5 tahun sekali," demikian pernyataan dua peneliti SETARA, Sayyidatul Insiyah dan Syera Anggreini Buntara dalam keterangan tertulis, Jumat, 6 Agustus 2021.

Baca Juga: Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM 1998 Masih Jalan di Tempat

Menurut SETARA, RANHAM Generasi V merefleksikan keseriusan pemerintah untuk lebih berfokus pada upaya pemajuan HAM bagi kelompok perempuan, anak, penyandang disabilitas, dan masyarakat adat.

Keempat kelompok tersebut adalah kalangan yang sangat rentan dan kerap menjadi korban pelanggaran HAM.

SETARA juga menyayangkan absennya pemerintah terhadap isu penyelesaian pelanggaran HAM Berat dalam RANHAM Generasi V.

"Seharusnya 12 pelanggaran HAM Berat yang masih menjadi PR bagi pemerintah memiliki porsi sebagai salah satu fokus RANHAM 2021-2025. Terlebih, Indonesia telah menyetujui rekomendasi yang diberikan oleh Universal Periodic Review (UPR) untuk menguatkan komitmen dan meneruskan usaha dalam melawan impunitas," kata mereka.

Baca Juga: NasDem Dukung Ketua KPK Firli Tak Penuhi Panggilan Komnas HAM

Sejauh ini, menurut SETARA, nyaris tidak progres dari pemerintah dalam menyelesaikan pelanggaran HAM Berat di Indonesia.

Stagnasi dalam isu pelanggaran HAM Berat di Indonesia mestinya bisa mendorong RANHAM Generasi V untuk menjadi salah satu jembatan bagi pemerintah dalam mengoptimalkan kembali upaya penyelesaian pelanggaran HAM Berat dan menghentikan situasi impunitas.

SETARA menyatakan pemerintah luput dalam mengakomodasi salah satu prinsip HAM terhadap masyarakat adat yaitu prinsip transparansi. Prinsip ini tidak tercermin dalam sasaran strategis terhadap kelompok masyarakat adat sebagaimana dalam Lampiran I Perpres No. 53 Tahun 2021.

Padahal, transparansi merupakan prinsip penting untuk meminimalisasi bias informasi yang berpotensi menderogasi hak masyarakat adat, khususnya berkaitan dengan konflik lahan.

Baca Juga: Polemik Relokasi Gereja Yasmin, SETARA: Hanya Memuaskan Aspirasi Mayoritas untuk Karir Politiknya

"Pemerintah hanya fokus terhadap peningkatan penyelesaian konflik lahan tanpa menyebut adanya jaminan terhadap keberlanjutan lingkungan (environmental sustainability) yang merupakan nilai sentral bagi masyarakat adat dalam menikmati hak-hak konstitusionalnya," tulis mereka.

SETARA pun menagih komitmen pemerintah dalam isu HAM. Mengenai RANHAM yang sudah diluncurkan, SETARA memberi lima catatan untuk pemerintah:

1. Mendesak pemerintah untuk berkomitmen dalam mempublikasikan laporan capaian pelaksanaan RANHAM secara konsisten sebagai wujud akuntabilitas publik;

2. Mendorong pemerintah untuk segera menghapus peraturan atau produk hukum diskriminatif yang selama ini menjadi pemicu terjadinya diskriminasi dan derogasi hak asasi khususnya terhadap perempuan;

Baca Juga: Hari Anak Nasional 2021, Kemenkumham Beri Remisi untuk 1020 Anak

3. Mendorong pemerintah untuk meningkatkan komitmennya terhadap instrumen HAM baik nasional maupun internasional yang berkaitan dengan isu-isu perempuan, anak, penyandang disabilitas, dan masyarakat adat;

4. Mendesak pemerintah untuk memastikan jalannya pengarusutamaan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang inklusif (inclusive governance) sebagai pintu masuk pemajuan dan penghormatan HAM;

5. Mendesak pemerintah mengambil tindakan yang lebih progresif untuk memastikan adanya kemajuan dalam penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat.***

Editor: Alfin Pulungan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x