Mengenal Francisca Fanggidaej, Pejuang yang Dihapus Dari Sejarah Bangsa

- 30 September 2021, 19:10 WIB
Ilustrasi G30S/PKI.
Ilustrasi G30S/PKI. /Pikiran Rakyat/Amir Faisol /

Ketika itu, anak-anak Francisca sama sekali tak mengetahui keberadaan ayah dan ibu mereka. Setelah belasan tahun, mereka baru tahu sang ayah di penjara di Salemba.

Mayanti Trikarini si anak bungsu mengatakan, ketika itu berita tentang ibunya masih simpang siur. Semua keluarga sudah memikirkan kondisi terburuk, bahwa Francisca sudah tak bernyawa.

Peristiwa 1965 menggoreskan luka batin bagi anak-anak Francisca. Mereka pun tumbuh dalam stigma latar belakang ibunya. Salah seorang anaknya, Nusa Eka Indriya, berusia 9 tahun saat mereka diusir oleh tentara dari rumahnya tidak lama setelah peristiwa G30S.

“Kalau saya bicara masa lalu, saya berharap jangan ada lagi. Biar kami saja, karena itu membekas sekali, bayangkan ketika kita main (diteriaki) PKI.. PKI.. aduh PKI siapa? PKI itu makanan apa? Saya juga enggak tahu kan waktu itu,” tutur ayah enam anak ini.

Pejuang tanpa nama

Fransisca memang telah memilih menjadi warga negara Belanda ketika paspornya tak lagi diakui. Setelah reformasi 1998, yakni ketika Presiden Abdurrahman Wahid mempersilakan para eksil untuk pulang, Fransisca sempat pulang ke Indonesia untuk bertemu dengan anak-anaknya.

Pejuang tanpa nama itu akhirnya bisa kembali memeluk anaknya, melihat cucunya, dan berkumpul sejenak bersama keluarga. Sebelum tutup usia pada 2013, menurut keterangan Savitri, dia sempat berwasiat kepada anak-anaknya.

“Satu pesan dari ibu yang saya ingat adalah tolong anak-anak jangan dilibatkan dalam dunia politik. Saya setuju, karena saya merasa karena politik bapak saya hancur, karena politik anak-anak hancur,” ujar Savitri lirih.

Setelah mendapat penjelasan mengenai perjuangan sang ibu dari ayah mereka, serta membaca memoar, anak-anak Francisca mulai menyadari sosok ibunya sebagai pejuang.

“Akhirnya saya bilang ibu saya seorang pejuang wanita tangguh. Dia benar-benar memikirkan negara, untuk perjuangan Indonesia. Dari situ saya baru tahu, akhirnya saya mengakui kalau mama saya pejuang. Tapi pejuang tanpa nama, maksudnya tidak diakui, belum ada yang mengakui,” ucap Mayanti.***

Halaman:

Editor: Ahmad Rafid Fadli Mukhtar

Sumber: Perempuan Indonesia Satu


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah