Teori Logoterapi Viktor Frankl: Psikoterapi sebagai Seni Bertahan Hidup dengan Mencari Makna

15 Agustus 2022, 21:32 WIB
Buku Man's Search for Meaning Karya Victor E Frankl. Seni Bertahan Hidup dengan Mencari Makna. /Foto: google

 

Pedoman Tangerang - KEHADIRAN kita di dunia memang membawa kisah yang pusparagam. Satu dan lainnya perlu saling belajar dan meneladani. Menginspirasi dan terinspirasi. Pengaruh memengaruhi. Semua kita mencatatkan diri dalam sejarah, berdasar peran yang ditentukan Tuhan dalam kehidupan.

Maka dari sejarah itulah kita bisa menggali begitu banyak haluntuk pertumbuhan diri pribadi, agar kita menemukan makna penciptaan tentang kenapa harus aku, dan bagaimana semua ini mesti dimengerti.

Tanpa perenungan mendalam dan berkesinambungan, jawaban mengakar untuk begitu banyak pertanyaan lain yang juga penting, takkan pernah bisa kita unduh dari langit kesadaran.

Baca Juga: Hobi Tutupi Kasus dengan Bunuh dan Suap Saksi, Ketua IPW: Sambo Adalah Mafia!

Salah seorang manusia zaman kita yang tekun melakukan penggalian makna atas hidupnya adalah, Viktor Emil Frankl, M.D., Ph.D (26 Maret 1905 2 September 1997).

Ia adalah seorang neurolog dan psikiater Austria, serta korban Holocaust yang selamat. Pendiri logoterapi dan Analisis Eksistensial, "Aliran Wina Ketiga" dalam psikoterapi.

Ia pernah berada di empat kamp kematian milik Nazi, termasuk Auschwitz, antara medio 1942 dan 1945. Dalam tekanan batin, mental, dan siksaan fisik yang sedemikian menyiksa, ternyata ia sanggup bertahan hidup, sementara orangtuanya, saudara laki-laki, dan istrinya yang tengah hamil akhirnya tewas dalam kamp.

Di dalam keganasan dan kekejian kamp konsentrasi, Frankl yang juga seorang psikiater, belajar menemukan makna hidup. Menurutnya, kita tidak dapat menghindari penderitaan, tetapi kita dapat memilih cara mengatasinya, menemukan makna di dalamnya, dan melangkah maju dengan tujuan dan tinjauan baru.

Baca Juga: Inilah Sosok Mariana Ahong, Pencuri Cokelat Alfamart yang Meminta Karyawan Minta Maaf, Simak Profilnya

Teori Frankl, yang dikenal sebagai logoterapi, menjelaskan bahwa dorongan utama kita dalam hidup bukanlah kesenangan, tetapi penemuan dan pencarian dari apa yang secara pribadi kita temukan bermakna.

Banyak orang di dunia yang terilhami dari kisahnya yang telah ia tuangkan dalam sebuah buku berjudul Mans Search for Meaning yang diterbitkan Noura Books pada 2017 dan telah mengalami cetak ulang sebanyak 13 kali hingga April 2022.

Buku ini pertama kali diterbitkan dengan judul berbeda pada 1959: From Death-Camp to Existentialism. Awalnya diterbitkan pada 1946 dengan judul asli Ein Psycholog erlebt das Konzentrationslager, yang mencatat pengalamannya sebagai narapidana kamp konsentrasi dan menjelaskan metode psikoterapinya untuk menemukan maknadalam semua bentuk keberadaan, bahkan yang paling kotor, dan dengan demikian menjadi alasan untuk terus hidup.

Fakta itulah yang menjadikan buku ini sebagai satu dari sepuluh buku paling berpengaruh di Amerika, dan telah dicetak ulang lebih dari 100 kali dalam edisi bahasa Inggris. Jika Anda hanya ingin membaca satu buku pada tahun ini, Anda pasti memilih buku karangan dr. Frankl ini.

Ya, sebuah karya literatur sepanjang masa tentang seni bertahan hidup. Sekaligus salah satu sumbangsih luar biasa terhadap pemikiran-psikologis dalam lima puluh tahun terakhir.

Terjual lebih dari 16 juta eksemplar di seantero dunia. Telah diterbitkan dalam 49 bahasa dan 190 edisi. #1 Amazon Bestseller in Popular Psychology Counseling. Book of the Year by Colby College, Baker University, Eariham College, Olivet Nazarene College, and St. Mary's Dominican College. Namun sederet penghargaan yang mestinya membanggakan itu, disikapi berbeda oleh Frankl.

Baca Juga: Aksi Saling Lapor Gus Samsudin vs Pesulap Merah di Kepolisian

“Sementara reaksi saya adalah melaporkan bahwa sejak awal saya sama sekali tidak merasa status laku keras buku saya sebagai sebuah pencapaian dan prestasi pribadi, tetapi lebih sebagai sebuah ekspresi dari penderitaan zaman ini: jika ratusan ribu orang meraih sebuah buku yang judulnya jelas-jelas menjanjikan pembahasan mengenai pencarian makna hidup, maka dapat dipastikan pertanyaan tentang makna hidup itulah yang tengah mengusik benak mereka,” tulis Frankl dalam pengantar bukunya.

Pengakuan Frankl di atas, yang sangat rendah hati itu, memang tak bisa diganggu gugat. Tapi ia telah melahirkan salah satu buku terbaik sepanjang zaman. Sangat sesuai dengan remaja, yang berjuang dengan empat isu tentang makna dan tujuan hidup mereka, terutama saat berbagai bentuk intimidasi (termasuk perisakan siber yang terjadi di sekolah modern.

Seperti beberapa orang manusia bijak bestari pada abad-21, Frankl jelas memiliki banyak hal untuk diajarkan pada dunia. Man's Search for Meaning adalah buku yang bisa dibaca, dihargai, diperdebatkan, dan pada akhirnya akan membuat kenangan para korban tetap lestari.

Frankl adalah salah seorang psikiater paling berbakat yang pernah lahir untuk peradaban kita. Ia seorang profesional yang memiliki kemampuan langka untuk menulis dalam bahasa awam. Di bawah ini kami nukilkan beberapa dari tulisannya yang sanggup menggedor kesadaran banyak orang.

“Kita pada akhirnya mengenal manusia sebagaimana adanya. Bagaimana pun juga, manusialah makhluk yang menciptakan kamar gas di kamp Auschwitz: namun manusia pula lah makhluk yang masuk ke kamar gas itu.”
“Dunia ternyata bisa menjadi sangat indah.”

“Humor merupakan senjata jiwa yang lain dalam upaya seseorang untuk bertahan hidup.
“Kalau saya memang harus mati, setidaknya kematian saya punya arti.”

“Manusia bisa melestarikan sisa-sisa kebebasan spiritual. Kebebasan berpikir mereka. Meskipun mereka berada dalam kondisi mental dan fisik yang sangat tertekan. Ia mampu mengubah dunia ke arah yang lebih baik jika dimungkinkan, dan untuk mengubah dirinya ke arah yang lebih baik jika dibutuhkan.”

“Apa pun bisa dirampas dari manusia. kecuali satu: kebebasan terakhir seorang manusiakebebasan untuk menentukan sikap dalam setiap keadaan. Kebebasan untuk memilih jalannya sendiri.”

"Perhatian utama manusia bukan untuk mencari kesenangan atau menghindari kesedihan, tetapi menemukan makna dalam hidupnya."

“Emosi yang sedang menderita, takkan lagi menderita setelah kita membuat gambaran yang jelas dan benar dari penderitaan tersebut.”

“Tak ada manusia dan tidak ada takdir yang bisa dibandingkan dengan manusia atau takdir yang lain. Tidak ada situasi yang berulang, dan setiap situasi harus ditanggapi dengan reaksi berbeda.”

Makna hidup berbeda untuk setiap manusia, dan berbeda pula dari waktu ke waktu. Karena itu, kita tidak bisa merumuskan makna hidup secara umum.

Seperti pandemik Covid-19 (Corona) yang melanda dunia kita selama dua tahun belakangan. Sudah begitu banyak manusia yang akhirnya meninggal karena terpapar virus itu, dan masih ada begitu banyak yang lain, satu di antaranya kita, yang diberi kesempatan oleh Tuhan untuk bertahan.

Logoterapi dalam kerangka kerja Frankl bukan ingin menegaskan bahwa kemampuan bertahanlah yang membuat kita tetap hidup sampai sekarang, melainkan bagaimana kita telaten memeras makna dari keadaan-kenyataan yang dialami, sebagai bekal perjalanan hidup selanjutnya.

Kerana hidup mengandung arti dan makna, mesti ada artinya sebuah penderitaan serta apa maknanya bagi kita. Lantaran penderitaan adalah bagian tak terpisah dari kehidupan manusia. Tanpa penderitaan, keberadaan kita di dunia takkan pernah sempurna.

Kita perlu menghadapi seluruh bentuk penderitaan, dan berusaha mengurangi rasa takut dan lemah. Menangislah jika perlu, sebab airmata merupakan saksi dari keberanian manusia yang terbesar; yakni berani tuk menderita. Oleh karena itu, kita tak perlu mengharap apa pun dari kehidupan ini. Sebaliknya, kehidupan telah memberi begitu banyak pada kita—yang kerap kali luput bersyukur.

Jikalau detik per detik yang kita lintasi berhasil disadari sebagai anugerah Tuhan, yang hanya diperuntukkan untuk diri ini semata, niscaya ada begitu banyak alasan untuk menikmati kehidupan yang kita jalani. Seperti bagaimana cinta tetap bertahan di dalam hati kita, sementara seseorang yang kita cintai nun bersemayam di dalam tanah.

Ternyata bukan tubuhnya yang membuat kita betah mencinta, tetapi keindahan pikiran dan kehalusan perasaannya selama bersama kita serta jejak kebaikan yang telah ia tinggalkan di dalam jaringan kenangan. Manusia pada akhirnya memang perlu menyadari betapa sejatinya ia adalah sekumpulan makna yang berjalin kelindan di muka bumi.***

Kontributor: Ren Muhammad

Editor: Muhammad Alfin

Tags

Terkini

Terpopuler