Nuri menyebutkan bahwa kebijakan lain yang dimaksudkan adalah dengan memaksimalkan manfaat Kartu Prakerja, memperbanyak program pelatihan untuk meningkatkan kemampuan, memperhatikan pendidikan anak-anak buruh, hingga peningkatan tunjangan.
Tentu saja kebijakan ini juga harus memperhatikan kondisi pemberi kerja dan ekonomi makro secara keseluruhan, karena masalah upah minimum dan kesejahteraan buruh bukanlah masalah yang sederhana dan tunggal.
Upah minimum tidak hanya diukur dari segi inflasi dan pertumbuhan ekonomi daerah, tetapi juga diukur dengan indeks kebutuhan hidup layak seseorang pekerja untuk dapat hidup dalam satu bulan.
Dari sudut pandang bisnis, kenaikan upah yang tinggi membuat minat investasi turun karena mahalnya biaya operasional.
Dampaknya akan terasa juga pada perekonomian daerah dan peningkatan pengangguran.
"Untuk tetap meningkatkan kesejahteraan buruh sudah seharusnya pemerintah pusat berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk memaksimalkan realisasi anggaran pemulihan ekonomi nasional pada klaster perlindungan sosial dan klaster UMKM dan Korporasi," kata Nuri.
Baca Juga: Dian Sastro Berkolaborasi dengan 'Sejauh Mata Memandang' Kampanyekan Peduli Lingkungan
"Selain itu, upaya-upaya melalui tripartit dengan pemberi kerja dan pekerja juga perlu difasilitasi untuk mengakomodasi beragam kepentingan para pihak terkait dan mempertimbangkan dampak kebijakan terkait upah minimum terhadap penyerapan tenaga kerja, faktor produktivitas dan kelayakan upah, serta mekanisme pasar, khususnya di konteks Indonesia", pungkasnya.***