TII: Masyarakat Butuh Edukasi Bukan Sanksi

- 23 Juli 2021, 22:55 WIB
ilustrasi Satpol PP DKI Jakarta sedang bertugas dalam PPKM Darurat.
ilustrasi Satpol PP DKI Jakarta sedang bertugas dalam PPKM Darurat. /instagram/satpolpp.dki/

Pedoman Tangerang - Belakangan ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berencana melakukan revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Coronavirus Disease 2019 yang juga dikenal dengan Perda Covid-19.

Revisi tersebut salah satunya akan mengatur tentang sanksi pidana bagi masyarakat dan pelaku usaha yang melanggar protokol pencegahan Covid-19.

Menanggapi rencana Pemprov DKI Jakarta tersebut, Manajer Riset dan Program, The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) Arfianto Purbolaksono (Anto), menyatakan tidak setuju terhadap penerapan sanksi pidana tersebut.

Baca Juga: Sedih! Ayah dan Ibunya Wafat Akibat Covid-19, Vino Kini Hidup Sebatang Kara

Ia menilai bahwa saat ini yang dibutuhkan masyarakat adalah edukasi terhadap protokol pencegahan Covid-19 yang harus digencarkan, bukan sanksi yang diberikan, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta pada Jumat, 23 Juli 2021.

Anto menyatakan bahwa Pemprov seharusnya dapat mengevaluasi bagaimana edukasi terhadap penerapan protokol pencegahan Covid-19 di masyarakat apakah sudah massif terlaksana atau belum.

Pasalnya, DKI Jakarta merupakan daerah yang paling rendah ketaatannya berdasarkan hasil monitoring Satgas Penanganan COVID-19 di masa PPKM Darurat.

Baca Juga: Calon Anggota BPK, Wiryawan: Jangan Sampai Kejadian Memilih Kucing Dalam Karung

"Hal ini yang seharusnya menjadi pekerjaan rumah Pemprov DKI Jakarta untuk memasifkan edukasi protokol pencegahan Covid-19 kepada masyarakat. Dengan dasar ini, Pemprov seharusnya tidak terburu-buru menjadikan sanksi pidana menjadi sebuah pilihan kebijakan," kata Anto.

Anto juga menyoroti Pasal yang mengatur sanksi pidana, misalnya Pasal 32A Ayat (1): Jika ada orang yang mengulangi perbuatan tidak mengenakan masker setelah dikenakan sanksi berupa kerja sosial atau denda administratif, maka akan dikenakan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (1), dipidana dengan kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00 (lima ratus ribu).

"Pasal ini tidak secara jelas mengatur tentang frasa mengulangi perbuatan, yang dimaksud mengulangi berapa kali. Lalu, siapa yang mengawasi, dan apakah Satpol PP akan terus mengawasi? Di area mana mereka mengawasi, apakah hanya di jalan protokol? Padahal, seperti yang kita ketahui bersama, saat ini kerumunan masih terjadi di wilayah perumahan. Siapa yang dapat menjamin orang tersebut tidak mengulangi ketika mereka berkerumun di gang-gang sempit tanpa pakai masker?", papar Anto.

Baca Juga: Edarkan Surat Tes PCR Palsu, Polisi Bekuk Lima Tersangka

Anto mengingatkan bahwa jika ada aturan yang tidak jelas, maka pelaksana kebijakan di lapangan akan kesulitan memahaminya.

Jika pelaksana kebijakan gagal paham terhadap kebijakan tersebut, maka implementasinya akan tidak sejalan dengan tujuan kebijakan itu sendiri.

Jika hal ini terjadi, maka dikhawatirkan aturan sanksi ini hanya akan memunculkan benturan antara masyarakat dengan unsur pelaksana di lapangan.

Baca Juga: Jerinx Kembali Berurusan dengan Polisi, Ini Sebabnya

Masyarakat pun bisa jadi akan bingung dan tidak mendukung kebijakan terkait upaya penanggulangan Covid-19 seperti yang sudah terjadi selama ini.

"Oleh karena itu, yang paling penting saat ini adalah bagaimana Pemprov DKI Jakarta menggencarkan edukasi dengan pendekatan yang dapat mudah dipahami oleh masyarakat," jelasnya.

"Untuk itu, perangkat di Kelurahan serta Puskesmas harus bekerjasama dengan RW dan RT untuk terus mensosialisasikan ketaatan terhadap protokol pencegahan Covid-19, dan mengajak masyarakat untuk melakukan vaksinasi," tukas Anto.**

Editor: R. Adi Surya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah