Pengelolaan Fiskal Tidak Sehat, Demokrat Minta Pemerintah Terbuka ke Publik

- 30 Juni 2021, 12:30 WIB
Ketua Badan Akuntabilitas Keungan Negara (BAKN) DPR RI Marwan Cik Asan.
Ketua Badan Akuntabilitas Keungan Negara (BAKN) DPR RI Marwan Cik Asan. /dpr.go.id



Pedoman Tangerang - Hasil pemeriksaan BPK terhadap pelaksanaan APBN 2020 mengindikasikan bahwa kemampuan pemerintah untuk membayar utang dan bunga utang semakin menurun.

Anggota Komisi Keuangan (Komisi XI) DPR RI, Marwan Cik Asan, menduga kuat ada ketidakselarasan antara utang dengan pemanfaatan utang. Dengan kata lain, terdapat pula indikasi penggunaan dana oleh pemerintah tidak efesien dan rencana pembiayaan lemah.

‘’Kalau lihat indikator pengelolaan utang pemerintah, kondisi fiskal semakin menghawatikan dan mengarah tidak berlanjutnya pengelolaan fiskal. Kita butuh perubahan yang drastis, misalnya dengan meningkatkan penerimaan. Mengurangi pengeluaran pemerintah dan defisit anggaran tidak akan menyelesaikan masalah ekonomi saat ini,’’ kata Marwan kepada Pedoman Tangerang, Rabu, 30 Juni 2021.

Legislator Demokrat ini mengutip laporan BPK yang menyebutkan bahwa saat ini rasio debt service terhadap penerimaan sebesar 46,77% melampaui rekomendasi IMF sebesar 25% - 35%.

Baca Juga: Utang RI Terus Bertambah, DPR Ingatkan Pemerintah Perbaiki Kebijakan Fiskal

Sedangkan rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan sebesar 19,06% melampaui rekomendasi IDR sebesar 4,6% - 6,8% dan rekomendasi IMF sebesar 7% - 19%.

Sementara rasio utang terhadap penerimaan sebesar 369% melampaui rekomendasi IDR sebesar 92% - 167% dan rekomendasi IMF sebesar 90% - 150%.

Marwan kemudian menyatakan bahwa postur APBN 2020 memberikan toleransi untuk melebarkan defisit APBN lebih dari 3 persen. Konsekuensinya, pembiayaan APBN meninngkat melalui utang sebesar Rp 1.296,56 triliun atau meningkat 198 persen dari tahun 2019.  

‘’Tapi pembiayaan tidak semua terserap dalam alokasi program, sehingga menyisahkan SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan) yang sangat besar mencapai Rp 234,7 triliun. Realisasi ini, melonjak 400 persen dibandingkan realisasi SILPA pada 2019 yang sebesar Rp46,40 triliun. Inilah yang saya sebut menunjukkan adanya ketidakselarasan antara utang dengan pemanfaatan utang,’’ jelas Marwan.

Baca Juga: DPR Heran Sikap Ambigu BPK yang Gemar Kasih WTP Tapi Ragukan Keuangan Pemerintah

Halaman:

Editor: Alfin Pulungan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x