CERPEN MINGGU: Aku dan Tugas Akhir

29 Agustus 2021, 12:36 WIB
Ilustrasi tugas akhir /

Pedoman Tangerang - Bagi para mahasiswa semester sepuluh atau di atasnya pasti banyak yang merasakan hal ini; tuntutan orang tua untuk segera menyelesaikan kuliah, tak peduli dengan alasan apapun.

Sepupuku pernah berkata “sebegitu susahnyakah sampai butuh waktu tahunan untuk menulis sekitar 60 halaman?” Memang bila perkataan itu ditelaah seakan mudah saja.

Namun bukankah sudah menjadi barang tentu kalau antara teori dan praktik seringkali tak selaras, bak lantunan syair dengan bunyian instrumen yang tidak seirama. Amburadul.

Oleh karena itu terciptalah namanya masalah. Dan kini masalah itu selalu melekat padaku.

Hampir setiap tiga minggu sekali pertanyaan “kapan lulus?” selalu menggaung di daun telingaku. mulai dari keluarga, tetangga, sepupu bahkan teman junior di kampus.

Ingin rasanya kusumpal mulut itu dengan tisu toilet atau menjahitnya seraya kutinggal mendengar musik melalui earphone dengan volume maksimal.

Eh tapi mana tega aku melakukan itu, malah yang ada nanti sapu melayang ke arahku, yang tak kunjung wisuda. Lagi pula aku bukan seorang pembunuh psikopat seperti di film-film barat.

Aku pun mulai berpikir, apakah mereka tidak tahu kalau jerih payah menyelesaikan karya ilmiah yang bernama skripsi itu lebih complicated dari drama-drama pertelevisian Indonesia? Atau itu adalah sebuah ejekkan karena tidak bisa lulus tepat waktu, di semester delapan.

Entahlah yang jelas itu berhasil membuatku penat, jengkel dan kesal. Andai ada mesin penukar nasib saat ini, pasti aku adalah orang pertama yang rela menjadi kelinci percobaannya agar mereka bisa merasakan bagaimana rasanya berada di posisiku.

***

"Jo, kalau kuliah tuh selesainya berapa tahun, ya?" tanya ibu sambil mencedok nasi ke piring.

"Ya, enggak nentu, bu. intinya pas udah sidang skripsi." Aku menggerogoti jagung sayur asem.

"Terus kamu sidangnya kapan?" Tanya ibu lagi.

"Iya, bu. Ini mau pergi ke perpustakaan," jawabku buru-buru menghabiskan sarapan.

Tidak ku sangka hari yang cerah ini bisa menjadi suram seketika oleh pelanggaran norma khusus, bab tentang etika bertanya yang dilakukan ibuku. Masih terlalu dini untuk bad mood dalam menjalani keseharian ini.

Tidak bisakah aku bernafas santai sembari berleha sejenak atau sekedar bersosial media dengan nyaman, dan yang terpenting bisakah aku terbebas dari pertanyaan keramat ini? Dilihat dari kondisinya Sepertinya tidak. Benar apa yang diucap seniorku dulu “Sepanjang kau belum lulus, sepanjang itu pula derita bersemayam.” Dan terbukti sampai sekarang pun dia masih menderita. Malangnya seniorku.

Apa boleh buat, aku sudah terlanjur bilang kalau akan ke perpustakaan. Segera kukumpulkan draf skripsi yang berceceran di meja belajar dan kumasukkan ia ke dalam tas berserta laptop kuliah.

Mau tidak mau aku me-reschedule rencana ke taman, Broadway – Alam Sutera – untuk hunting foto. Tapi tak masalah sehabis mengetik beberapa paragraf di sana aku bisa mampir terlebih dahulu ke taman kampus, toh di sana tidak kalah menarik dari taman umumnya. Lagi pula yang terpenting itu bagaimana suatu objek dapat terlihat estetik. Eh tidak. Tidak perlu diestetikkan lagi, objek itu memang pada dasarnya sudah mempesona sejak awal.

            [Maaf, hari ini sepertinya aku harus … ada yang perlu dikerjakan] tulisku dengan akun @Ajokenopi lewat chat personal.

            [Terus planing jalan-jalan ke tamannya gimana, Yang?] Balas Anisa dengan nama akun @Annisanisa.

            [Ditunda dulu ya, Honey. Lagi pula senin besok kamu ada UAS terakhir ‘kan?] tanyaku sambil memberi emote mata berkaca-kaca.

            [Okelah tapi inget ya sama janji kita. Jangan lulus dulu! Biar bisa couple wisudanya.] tulis kembali @Annisanisa

            [Aku bakal inget itu kok. Lagi pula bunga itu tampak lebih indah bila ia mekar bersama, bukan sendirian. Bener enggak?] balasku

[IhSweet banget] balas Anisa

[Oya aku tetep bawa kamera DSLR. So, jangan lupa pakai fashion terbaik kamu, ya!] tulisku kembali.***

Penulis Cerpen: Ahmad Bashori, S.Ag (Penulis Terpilih Lomba Cerpen Tingkat Nasional)

Ahmad Bashori, Penulis Terpilih Lomba Cerpen Tingkat Nasional 2020.

 

Editor: R. Adi Surya

Tags

Terkini

Terpopuler