Babak Baru Statuta UI Bolehkan Rektor Rangkap Jabatan, Sosiolog: Pemerintah Ngaco!

21 Juli 2021, 07:45 WIB
Polemik Rektor UI merangkap jabatan memasuki babak baru. Melalui peraturan yang baru, rektor UI tak lagi dikatakan melanggar bila merangkap jabatan komisaris. Kebijakan ini pun menuai kritik sosiolog. /Foto: ui.ac.id.

Pedoman Tangerang - Pemerintah membuat babak baru terkait polemik rektor UI merangkap jabatan sebagai komisaris.

Melalui restu Presiden Joko Widodo, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2021 menetapkan bahwa rektor UI diperbolehkan merangkap jabatan badan usaha milik pemerintah.

Sosiolog Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, tak habis pikir dengan jalan pikiran Jokowi mengubah peraturan tersebut.

Pasalnya, sejak awal Rektor UI Ari Kuncoro sudah nyata melanggar peraturan yang sebelumnya berlaku, yakni PP Nomor 68 Tahun 2013. Tapi kemudian pemerintah menutupi pelanggaran tersebut dengan merevisi PP yang lama menjadi PP 75/2021.

Baca Juga: Pengamat Komunikasi Politik Nilai Respons Jokowi Soal Kritik BEM UI Sangat Normatif

“Pemerintah ngaco. Pejabat melanggar aturan, kok, aturannya yang diubah,” kata Ubedilah dalam keterangannya, Selasa, 20 Juli 2021.

Pada PP lama, tepatnya Pasal 35 menyebutkan, rektor, wakil rektor, sekretaris universitas, dan kepala badan dilarang merangkap sebagai pejabat pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta.

Artinya, semua jabatan struktural baik itu komisaris, direksi, maupun sekretaris perusahaan tak boleh dijabat oleh petinggi UI.

Namun peraturan tersebut berubah dalam Pasal 39 di PP yang baru, para petinggi UI yang tadi hanya tidak boleh merangkap jabatan pada posisi direksi BUMN, BUMD, dan perusahaan swasta saja. Adapun komisaris tak lagi dipersoalkan dalam peraturan ini.

Baca Juga: Viral! BEM UI Dipanggil Gegara Meme 'Jokowi The King of Lip Service', DPR: Jangan Sampai Bungkam Daya Kritis

Berikut petikan pasal tersebut:

Rektor dan wakil rektor, sekretaris universitas, dan kepala badan dilarang merangkap sebagai:

• Pejabat struktural pada perguruan tinggi lain, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat.

• Pejabat struktural pada instansi pemerintah pusat maupun daerah.

• Direksi pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta.

• Pengurus/anggota partai politik atau organisasi yang berafiliasi secara langsung dengan partai politik.

Baca Juga: Bela Aksi BEM UI, Azyumardi Azra: Kritik Mereka adalah Kekuatan Moral

Ubedilah menilai, secara administratif dan kebijakan publik, pengesahan PP Statuta UI yang baru itu aneh.

Ia menjelaskan bahwa publik mengkritik rangkap jabatan seorang rektor agar tak mengganggu konsentrasinya membenahi dan memimpin kampus. Lagi pula, statuta sudah membuat rambu-rambu akan hal itu.

“Eh, malah bukan rektor UI-nya yang melepaskan jabatan komisaris, namun justru aturannya yang diubah,” ujar pria yang akrab disapa Ubed ini.

Pemerintah, kata Ubed, telah berkontribusi besar melegalkan statuta UI menjadi PP yang yang berlawanan dengan aspirasi publik.

Baca Juga: BEM UI Adukan 9 Mahasiswa yang Jadi Tersangka, Mahfud Janji Kedepankan Restorative Justice

Rektor UI Ari Kuncoro sebelumnya dikritik lantaran merangkap jabatan sebagai wakil komisaris utama independen PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.

Posisinya disorot setelah rektorat UI memanggil Badan Eksekutif Mahasiswa UI karena unggahan di media sosial yang menjuluki Presiden Joko Widodo sebagai 'The King of Lip Service'.

Publik pun mengaitkan pemanggilan itu dengan posisi Ari Kuncoro di perusahaan pelat merah. Ombudsman Republik Indonesia menyatakan rangkap jabatan tersebut telah terjadi maladministrasi karena melanggar Statuta UI.***

Editor: Alfin Pulungan

Tags

Terkini

Terpopuler