Namun kali ini, mereka telah membuktikan bahwa kerja keras terbayar tuntas. Dedikasi dan komitmen mereka sebagai pebulu tangkis patut diacungi jempol.
Apriyani pun terlihat begitu terharu ketika berhasil menggenggam medali emas. Perempuan asal Konawe, Sulawesi Selatan itu berkata bahwa kemenangan tersebut dipersembahkan untuk ibu dan kakaknya yang telah tiada.
Dia memang telah ditinggal oleh ibunya pada 2015. Di saat terakhir sang ibu, Apriyani tak sempat menemaninya karena sedang berlaga di Kejuaraan Dunia Junior di Lima, Peru.
Berawal dari rakit usang
Sosok ibu bagi Apriyani tak pernah tergantikan. Dari ibunya lah mengalir darah seorang pebulu tangkis. Dulu, ibunya kerap bertanding di kompetisi tingkat provinsi. Apriyani kecil pun selalu ditemani sang ibu setiap bertanding.
Menurut ayahnya, Amiruddin, putrinya sering bermain bulu tangkis menggunakan raket milik almarhum ibunya. Darah pebulu tangkis memang mengalir deras. Bahkan sang ayah berkata bahwa putrinya lebih dulu bisa bermain bulu tangkis ketimbang berbicara.
Kecintaan Apriyani kepada bulu tangkis sudah muncul sejak usia tiga tahun. Lalu pada usia 7 tahun, dia sudah mengikuti kejuaraan bulu tangkis tingkat kecamatan.
Keterbatasan ekonomi juga tak membatasi mimpi Apriyani. Dia getol berlatih di pekarangan belakang rumahnya, yang disulap oleh sang ayah sebagai arena berlatih.
Baca Juga: Meski Sukses Raih Medali Emas, PBSI Akan Evaluasi Tim Bulu Tangkis
Anak bungsu dari empat bersaudara itu terus mengasah kemampuan hingga dia disertakan dalam kejuaraan daerah. Ia sudah pernah mengikuti kejuaraan hingga tingkat Provinsi Sulawesi Tenggara. Dari situlah bakat Apriyani mulai tercium.
Pada tahun 2011, Apriyani Rahayu ke Jakarta dan dibawa ke PB Pelita milik Icuk Sugiarto di kawasan Kosambi, Jakarta Barat. Lalu sejak 2014 hingga 2016, Apriyani Rahayu mendapat kesempatan mewakili Indonesia di berbagai ajang Kejuaraan Dunia Junior.