Nasir juga berkata bahwa mengkriminalisasi LGBT adalah bentuk nyata ketaatan pada Tuhan dan Pancasila.
"Bagi Indonesia, mengkriminalisasi LGBT untuk seluruh usia adalah bentuk nyata penerapan nilai-nilai Pancasila yang berketuhanan. Jika ini diabaikan dan LGBT tidak dikriminalisasi, sebuah pelanggaran terhadap Pancasila?" Sambungannya.
Namun Nasir paham bahwa sebagian yang menolak RKUHP kriminalisasi LGBT ini adalah orang yang tidak ingin "penjara penuh" hanya karena terpidana punya orientasi seksual berbeda.
Sebagai suatu penyakit, Nasir Djamil ingin agar dalam pelaksanaannya undang-undang ini, pemerintah lebih menekankan tindakan medis dan terapi kepada pengidap LGBT ketimbang hukuman penjara.
Bagi Nasir penjara hanya untuk kelompok LGBT yang melakukan tindakan kriminal seperti pemerkosaan, pelecehan seksual, dan perzinahan.
"Karena itu, gagasan membentuk UU Larangan LGBT menemui urgensinya dengan menitiktekankan upaya penyembuhan melalui media medis dan psikologis terhadap pelaku LGBT," katanya.
"Ancaman pidana hanyalah jalan terakhir (ultimum remedium), khususnya bagi pelaku yang melakukan tindakan dengan kekerasan, apalagi untuk kepentingan bisnis (perdagangan), pornografi dan penyebarluasan (penularan). Sementara itu, kelompok orang yang terindikasi LGBT namun tidak melakukan tindakan cabul, seharusnya diobati," tandasnya.***