Upaya Adaptasi Kelompok Minoritas Aceh di Tengah Ketatnya Penerapan Hukum Syariah

- 22 Februari 2022, 15:36 WIB
Ilustrasi Perda Syariah di Aceh
Ilustrasi Perda Syariah di Aceh /

Pedoman Tangerang - Penerapan syariat Islam di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam yang terekam dalam Qanun Jinayat tak menghalangi kaum Minoritas Kristen Aceh untuk hidup dan bergaul dengan lingkunhan sekitar. 

Upaya persuasi dari pemerintah Aceh untuk menegakkan syarat ditengah masyarakat, kaum perempuan Non Muslim mau tak mau terkena dampaknya, yaitu mengenakan hijab atau jilbab ketika berada di luar ruangan untuk menyesuaikan diri dengan kultur dan aturan pemerintah daerah di Aceh.

Mengenai persoalan ini, El-Bukhari Institute menyelenggarakan forum diskusi via Zoom dengan tema "Fenomena Penggunaan Jilbab oleh Penganut Kristen di Aceh" yang diselenggarakan pada Senin, 21 Februari 2022.

Baca Juga: Mengenal Awan Cumulonimbus, Kata BMKG Penyebab Terjadinya Hujan Es di Surabaya

Dalam acara ini, Muhammad Ansor selaku sosiolog Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Langsa, Aceh menjadi pembicara yang membahas perkara kaum penerapan syariat Islam di Aceh dan pengaruh dengan kaum non muslim.

Menurut Muhammad Ansor, persoalan penerapan syariat memang mendapat berbagai kritik baik dari dalam maupun luar negeri.

Yang jadi persoalan, penerapan Qanun Jinayat di Aceh bukan hanya diperuntukkan bagi kaum Muslim, hukum syariat juga mengikat bagi kalangan non-muslim, khususnya Kristen yang memiliki populasi 53.624 jiwa.

Baca Juga: Gokil, DPRD Kota Bandung Anggarkan Rp 1 Miliar Untuk HP, Riana: Untuk Kegiatan Zoom Meeting

Penerapan syariat yang konsekuen di sini bukan berarti kelompok minoritas harus mengikuti peribadatan agama Islam, namun dalam bersosial dan beraktivitas di luar, mereka wajib berbusana sesuai syariat, yaitu menutup aurat.

Muhammad Ansor dalam pemaparannya mengemukakan bagaimana Pemerintah Daerah Aceh berusaha untuk me-unifikasi ruang publik dengan penerapan yang ketat dalam bersosial.

Sayangnya penyeragaman ruang piblik hal itu tidak sepenuhnya berhasil. Setiap kali pemerintah berusaha untuk menyeragamkan, maka akan lahir ruang publik 'alternatif' yang semakin beragam.

Baca Juga: Kabar Gembira, Manoj Punjabi Umumkan Kapan Film KKN Desa Penari Tayang? Simak Selengkapnya

"Karenanya pelbagai upaya untuk penyeragaman ruang publik selalu menghadapi tantangan, dan justru semakin memperluas keberagaman visibilitas ruang publik tersebut," papar Ansori.

Berusaha untuk Beradaptasi

Di tengah ketatnya praktik syariat Islam pada masyarakat Aceh, kaum Minoritas berusaha bertahan dan beradaptasi dengan lingkungan mereka.

Ketatnya penerapan Qanun Jinayat di Aceh, tak menjadi alasan bagi kaum Minoritas beraktivitas secara damai di Aceh.

Menurut Ansor, terjadi penyesuaian antara budaya dan aturan Aceh dengan kaum Kristen yang minoritas.

Baca Juga: BPNT dana Sembako Rp600 ribu Cair Mulai Hari Ini, Buruan Cek!

Mereka paham bahwa lingkungan dan aturan Pemerintah Aceh telah menuntut semua masyarakat taat pada hukum yang berlaku.

Karena itulah kaum Perempuan Kristen di Aceh beradaptasi dengan menggunakan jilbab ketika mereka berada di ruang publik.

"kesediaan (kaum Minoritas) beradaptasi pada kultur dominan dengan berjilbab pada setiap aktivitas di tempat publik. Berjilbab disini sebagai inisiatif personal, bukan paksaan," ujar Ansor.

Penggunaan jilbab tersebut merupakan bentuk keinginan penganut Kristen dengan masyarakat Aceh lainnya secara harmonis.

Ansor juga berkata hingga saat ini belum ada kaum Minoritas yang memprotes atau menggugat penerapan hukum syariat di Aceh.***

Editor: R. Adi Surya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah