TII: Kritik Mahasiswa Bagian dari Kebebasan yang Harus Dilindungi

30 Juni 2021, 21:17 WIB
BEM UI, mahasiswa UI dan Ikatan Alumni Lintas Almamater melakukan aksi dan rapat akbar Gerakan Anti Korupsi di kampus UI Salemba, Jakarta, 20 Maret 2015. Mereka menuntut pemerintah memperkuat KPK, mereformasi Polri dan lembaga peradilan. /ANTARA/M Agung Rajasa./

Pedoman Tangerang - Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) melontarkan kritik kepada Presiden Joko Widodo melalui unggahan di akun Twitter resmi @BEMUI_Official.

Pada unggahan tersebut, BEM UI menyebut Presiden Joko Widodo sebagai “The King of Lip Service”.

Berselang beberapa hari kemudian, BEM Keluarga Mahasiswa (KM) Universitas Gadjah Mada (UGM) Ikut menyuarakan kritik Presiden Jokowi yang dianggap sering mengobral janji tapi tidak ditepati.

Baca Juga: Gus Jazil Minta Doa Kiai Aliudin Zein Kresek Agar Pandemi Hilang dari Indonesia

Menyikapi hal ini, Arfianto Purbolaksono (Anto), Manajer Riset dan Program, The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) menyatakan bahwa kritik mahasiswa merupakan bagian dari kebebasan berekspresi sekaligus partisipasi mahasiswa dalam proses kebijakan.

"Seharusnya kritik ini dilihat sebagai bagian dari kepedulian dan evaluasi untuk kebijakan yang lebih baik dan konsisten," kata Arifianto pada Rabu, 30 Juni 2021.

Menurut Anto, harusnya suara mahasiswa dilindungi bukannya diintimidasi apalagi hingga dibungkam sampai terjadi peretasan, demikian keterangan tertulisnya di Jakarta.

Baca Juga: Ketua HMI MPO Ajak Revolusi, Usai King Of Lip Service Muncul

Anto mengapresiasi sikap Presiden Jokowi yang merespon kritik mahasiswa dengan bijak.

Hal ini dapat menjadi gambaran bahwa kebebasan berekspresi seharusnya dilindungi oleh negara karena kebebasan berekspresi merupakan salah satu hak asasi manusia.

Pasal 19 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights - DUHAM) dikatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Baca Juga: Biden dan Putin: Kami Dukung Jokowi di Pilpres 2024, Cek Faktanya

Anto menegaskan bahwa hak ini mencakup kebebasan untuk berpendapat tanpa intervensi dan untuk mencari, menerima dan berbagi informasi dan ide melalui media apapun dan tanpa memandang batas negara.

Anto mengatakan, melihat kondisi di Indonesia saat ini sangat penting untuk menjamin kebebasan berekspresi.

Pasalnya merujuk laporan Freedom House tentang Kebebasan Global dari 2019 hingga 2020, status Indonesia merupakan negara yang Bebas Sebagian.

Baca Juga: Viral, Mba You Ramalkan Keadaan Politik 2021 Yang Kacau Hingga Pengganti Jokowi di Pilpres 2024

Salah satu yang sering menjadi sumber masalah adalah implementasi dari Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Berdasarkan studi yang dilakukan TII tentang Mempromosikan dan Melindungi Kebebasan Berekspresi Warga Negara terhadap Pemerintah dalam Ruang Digital di Indonesia (2021) sejatinya UU ITE merupakan bagian dari komitmen negara dalam melindungi warga negara di ruang digital.

"Namun dalam praktiknya, UU ini malah menjadi ancaman terhadap kebebasan berekspresi terutama di ruang digital," papar Anto.

Anto mengatakan terkait dengan upaya mendorong revisi UU ITE, studi kebijakan TII mengajukan beberapa rekomendasi terkait dengan permasalahan dalam UU ITE dan kebebasan berekspresi.

Baca Juga: Krisis Politik Eswatini Memanas, Demonstran Paksa Raja Mswati III Turun Tahta

Pertama, arah politik hukum UU ITE harus dikembalikan ke tujuan awalnya. Undang-undang ini harus dapat memberikan perlindungan bagi masyarakat dalam mengakses dan bertransaksi di internet. Alih-alih menjadi alat untuk menekan kebebasan berekspresi.

Kedua, pemberian pendidikan dan perspektif hak asasi manusia terkait penerapan UU ITE kepada polisi dapat dilakukan setelah DPR bersama Presiden merevisi pasal multitafsir dalam undang-undang tersebut.

Ketiga, meningkatkan literasi digital yang tidak hanya menargetkan kalangan pengguna internet pada umumnya, tetapi juga di lingkungan instansi pemerintah dan aparat penegak hukum.

Baca Juga: Pandemi di Korea Utara Makin Memburuk, Kim Jong Un Kecam Para Pejabat Senior Partai Buruh

Rekomendasi ini sangat penting untuk mendorong ekosistem yang kondusif untuk kebebasan berekspresi, termasuk terkait kritik terhadap pemerintah di ruang digital.

Peraturan perundang-undangan yang menjamin dan melindungi HAM serta literasi digital semua pihak juga akan berkontribusi untuk menciptakan ruang digital dan hak digital, serta kebebasan berekspresi yang sehat dan bertanggung jawab.***

 

Editor: R. Adi Surya

Tags

Terkini

Terpopuler