“Saya terakhir memakai pembalut sebelum ibu saya meninggal tahun lalu,” ujarnya.
Dikatakan bahwa harga pembalut setara dengan 2 dollar AS atau sekitar Rp29 ribu. Harga tersebut tidak terjangkau oleh sebagian besar dari 3 juta anak perempuan yang sedang menstruasi, yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Maka untuk mencegah kebocoran, Dimingo dan para saudara perempuannya menggunakan kotoran sapi yang dibentuk menjadi gumpalan dan kemudian membiarkannya kering.
“Saya mengambil kotorannya, membentuknya dan membiarkannya kering agar mudah menyerap darah," ujar Dimingo.
Untuk menghindari rasa gatal dan iritasi terhadap kulit, Vhene menjelaskan kotoran sapi itu tidak langsung ditempel ke bagian pribadinya.
"Saya membungkus banyak pakaian di atasnya untuk menghindari gatal ketika diletakkan di pakaian dalam. Kemudian saya menunjukkan kepada mereka cara menutup bagian pribadi mereka untuk memblokir pendarahan," kata Vhene menjelaskan.***