Cegah Praktik Politisasi Bansos dalam Pilkada Serentak

- 2 Juni 2021, 18:00 WIB
Ilustrasi Bantuan Sosial
Ilustrasi Bantuan Sosial /Unsplash/Mufid Majnun

Pedoman Tangerang  – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak Tahun 2020 pada masa Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) digunakan oleh beberapa pasangan calon untuk mendapatkan suara dan memenangkan kontestasi menggunakan cara yang melanggar hukum.

Salah satunya melalui penyelewengan dana bantuan sosial (bansos) demi kepentingan elektoral yang dilakukan oleh pasangan calon petahana dengan menggunakan kekuasaan yang sedang dimilikinya.

Dalam kajian kebijakan tengah tahun The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), yang berjudul “Korupsi Politik Bantuan Sosial pada Pilkada Serentak 2020”, Hemi Lavour Febrinandez, Peneliti Bidang Hukum TII, mencatat tiga hal penting yang dapat dilakukan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selaku pembentuk undang-undang, serta KPU, Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Baca Juga: Ibadah Tanpa Sekat di Masa Pandemi, ACT Ajak Masyarakat Berkurban Tanpa Batas

Selaku penyelenggara badan badan tersebut diharapkan mampu mempersiapkan dan melaksanakan pilkada serentak periode selanjutnya yang bebas dari praktik korupsi dengan memanfaatkan dana bansos.

Menurut Hemi, yang utama adalah dibutuhkan sebuah regulasi yang konkret dalam mengatur penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh petahana dengan memanfaatkan dana bansos.

Oleh karena itu, DPR Bersama dengan pemerintah selaku pembentuk undang-undang dapat melakukan revisi terhadap UU Pilkada dan menambahkan ketentuan hingga sanksi bagi kepala daerah yang menggunakan dana bansos dalam kampanye di pilkada serentak.

Baca Juga: Wisatawan Asing Ogah Datang, Ekonomi Indonesia Malah Terpukul Hebat

“Hal ini penting dan dibutuhkan karena UU Pilkada saat ini menyamakan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh petahana dengan memanfaatkan dana bansos sebagai bentuk praktik jual beli suara biasa. Padahal, terdapat variabel yang berbeda berupa penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan yang dimiliki oleh calon kepala daerah petahana,” jelas Hemi.

Halaman:

Editor: R. Adi Surya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah