Sengkarut Masalah Pemblokiran PSE oleh Kominfo

2 Agustus 2022, 14:00 WIB
Dirjen Kominfo minta agar tidak di-bully /Miju/mediainfokarir.id

Pedoman Tangerang – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mendapat kritikan hingga kecaman dari warga net akibat pemblokiran terhadap beberapa situs dan game, seperti Dota, Steam, PayPal, dan Yahoo.

Langkah tersebut diambil oleh Kominfo karena beberapa Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) tersebut tidak melakukan pendaftaran hingga hari Rabu, 20 Juli 2022 dan dianggap telah melanggar ketentuan dalam Permenkominfo No. 5 Tahun 2020 tentang PSE Lingkup Privat.

Permasalahan ini sebenarnya berakar dari pembentukan regulasi yang tidak mempertimbangkan dampak yang akan ditimbulkan ketika sanksi pemblokiran dijatuhkan kepada PSE.

Hemi Lavour Febrinandez, Peneliti Bidang Hukum di The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), menilai bahwa protes publik yang dilayangkan kepada Kominfo akibat pemblokiran terhadap beberapa situs tersebut merupakan kegagalan Kominfo dalam melakukan tata kelola hukum digital di Indonesia.

Baca Juga: Mantap Bercerai, Nathalie Holscher Rela Kembalikan Mobil Alphard Kepada Sule dan Kembali Bekerja Keras

“Pada kasus ini, kita dapat melihat bahwa negara melalui Kominfo, seakan ingin menunjukkan taringnya kepada big tech companies_bahwa Indonesia tidak akan takut untuk menjatuhkan sanksi ketika mereka tidak mengikuti aturan main yang ada di Indonesia,” ungkap Hemi.

Namun, hal yang tidak dipertimbangkan oleh Kominfo adalah dampak sosial yang akan ditimbulkan oleh penerapan regulasi yang dilakukan secara serampangan.

“Sebelum protes publik terhadap pemblokiran PSE ini pecah, The Indonesian Institute dan beberapa kelompok masyarakat sipil lainnya telah mengingatkan Kominfo bahwa terdapat permasalahan mendasar pada Permenkominfo No. 5 Tahun 2020 tentang PSE lingkup privat,” terang Hemi.

Hemi menjelaskan bahwa terdapat beberapa aturan yang dapat mengancam kebebasan sipil di ruang digital. Contohnya adalah ketentuan yang terdapat pada Pasal 9 ayat (4) Permenkominfo No. 5 Tahun 2020 yang melarang PSE lingkup privat untuk menayangkan konten dengan muatan meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum.

“Padahal, frasa meresahkan masyarakat dapat ditafsirkan secara bebas dan rentan digunakan untuk melakukan kriminalisasi terhadap individu maupun kelompok yang vokal mengkritik pemerintah. Selain itu, frasa yang sama tidak ada dalam UU ITE yang merupakan aturan induk lahirnya Permenkominfo ini, sehingga dapat diartikan keberadaan aturan ini merupakan hal yang mengada-ada,” tegas Hemi.

Baca Juga: Brigadir J Tewas Mengenaskan, Refly Harun: Heran Pelaku Belum Terungkap, Seolah Sangat...

Pemblokiran terhadap beberapa PSE lingkup privat dan keberadaan Permekominfo No. 5 Tahun 2020 tidak hanya merugikan penyedia layanan digital, namun pada akhirnya juga mengancam kebebasan berpendapat, berekspresi, dan data masyarakat di ruang digital.

“Saat ini, penting bagi pemerintah dan Kominfo untuk menurunkan ego serta mendengarkan dan menindaklanjuti masukan masyarakat agar hukum yang dihadirkan benar-benar memberikan perlindungan, bukan malah mengancam kebebasan berekspresi, kebebasan memanfaatkan internet, dan kepentingan publik” pungkas Hemi.***

 

 

Editor: R. Adi Surya

Tags

Terkini

Terpopuler