Indonesia Turun Kelas Jadi Negara Berpendapatan Menengah Bawah, FSPMI: Akibat Kebijakan Upah Murah

- 7 Juli 2021, 17:36 WIB
Ilustrasi: Sejumlah buruh berjalan keluar dari pabrik di Karawang, Jawa Barat, Rabu, 3 Juni 2020.
Ilustrasi: Sejumlah buruh berjalan keluar dari pabrik di Karawang, Jawa Barat, Rabu, 3 Juni 2020. /Foto: Antara.

Pedoman Tangerang - Bank Dunia mengumumkan Indonesia sebagai negara lower middle income alias negara dengan penghasilan menengah ke bawah.

Dalam laporan itu, assessment Bank Dunia menyatakan Gross national income (GNI) per kapita Indonesia tahun 2020 turun menjadi US$ 3.870. Padahal, tahun lalu berada di level US$ 4.050 dan membuat Indonesia naik kelas menjadi negara upper middle income country alias negara berpenghasilan menengah ke atas.

Bank Dunia menyatakan, GNI dipengaruhi faktor-faktor seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar, dan pertumbuhan penduduk.

Menanggapi hal itu, Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Riden Hatam Aziz mengatakan bahwa Indonesia turun kelas bukan semata-mata akibat resesi yang disebabkan pandemic Covid-19.

Baca Juga: Dukung PPKM Darurat, KSPI Minta Perusahaan Sediakan Alat Prokes untuk Buruh

Namun lebih dari itu, yakni dipicu oleh kebijakan upah murah yang diperlakukan pemerintah.

“Ini adalah buah dari kebijakan upah murah, seperti adanya pembatasan kenaikan upah dan dihapuskannya Upah Minimum Sektoral,” kata Riden Hatam Aziz dalam keterangannya yang diterima Pedoman Tangerang, Rabu, 7 Juli 2021.

Sekak awal 2020 banyak daerah yang sudah tidak menetapkan Upah Minimum Sektoral atau UMSK. Riden menjabarkan beberapa daerah yang lain seperti Jawa Barat, bahkan menetapkan UMSK tahun 2020 setelah melewati pertengahan tahun.

Sementara itu, pada 2021, hampir semua daerah tidak ada yang menetapkan UMSK. Hal ini diperparah dengan kegagalan pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada buruh selama pandemi.

Baca Juga: Peringatan Buat Aparat Hukum, Jangan Mudah Pidanakan Buruh

Hal itu dikarenakan dalam kurun waktu 2020-2021 ini banyak buruh yang dirumahkan dengan sistem potong gaji, serta adanya PHK besar-besaran di berbagai sektor industri. Inilah yang kemudian memukul daya beli, yang pada ujungnya berdampak pada melemahnya pertumbuhan ekonomi.

“Solusinya hanya satu. Segera berlakukan UMSK di tahun 2021 dan kembalikan penetapan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak,” kata Riden.

Riden percaya, jika upah semakin baik, maka daya beli masyarakat juga akan membaik. Ketika masyarakat memiliki daya beli, maka akan terjadi pertumbuhan daya beli.

“Sekarang ini serba susah. Mau berjualan juga jarang ada yang membeli, karena kita semua sedang susah,” kata Riden.

Baca Juga: Lebih Setengah Tahun Berlaku, PKS Sebut UU Ciptaker Makin Bikin Buruh Terpuruk

Mengenai UMSK, pihaknya sedang melakukan mengkonsolidasikan elemen buruh untuk mendesak agar Gubernur di seluruh Indonesia kembali memberlakukan UMSK tahun 2021.

“Kan boleh Kepala Daerah membuat kebijakan yang lebih baik untuk rakyatnya. Masak berbuat baik dilarang,” tegasnya.

Lebih lanjut Riden Hatam menyinggung lahirnya omnibus law UU Cipta Kerja yang kemudian menghapus UMSK/UMSP justru membuat Indonesia kembali pada rezim murah yang memicu negara Indonesia masuk pendapatan menengah bawah.

"Pemerintah juga menerbitkan PP No 78 Tahun 2015 yang mengatur kenaikan upah tidak lagi berdasar pada kebutuhan hidup layak. Itulah yang semakin menurunkan daya beli masyarakat, yang dampaknya terasa sekarang," pungkasnya.***

Editor: Alfin Pulungan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah