Wisatawan Asing Ogah Datang, Ekonomi Indonesia Malah Terpukul Hebat

2 Juni 2021, 17:23 WIB
Turis Asing berdatangan di Bandara / Twitter.com /

Pedoman Tangerang - Peneliti The Indonesian Institute (TII) bidang Ekonomi, M. Rifki Fadilah, menyatakan bahwa sektor pariwisata menjadi sektor yang paling terpukul pasca merebaknya pandemi COVID-19 di dunia.

Hal ini disebabkan pemerintah di seluruh negara menerapkan kebijakan pembatasan mobilitas hingga pelarangan perjalanan antar negara.

“Kadatangan wisman secara global selama tahun 2020 hanya sebanyak 381 juta wisman. Jumlah ini mengalami penurunan hingga mencapai minus 74 persen (year on year/yoy) atau menurun sebanyak 1,1 miliar orang jika dibandingkan dengan tahun 2019 yang mencapai 1.461 juta wisman,” kata Rifki di Jakarta.

Baca Juga: Politisi PDIP Dorong Penguatan Pancasila Mulai dari Desa


Kondisi ini juga terjadi di Indonesia. Kebijakan pembatasan mobilitas dan pelarangan perjalan antar negara juga telah diberlakukan oleh Pemerintah Indonesia, akibatnya berdasarkan kunjungan wisman ke Indonesia melalui seluruh pintu masuk menurun drastis.

“Pada bulan Maret 2020 misalnya, hanya sebanyak 470.898 wisman yang datang atau turun sebesar 64,11 persen (year on year/yoy). Di sepanjang tahun 2020 jumlah kedatangan wisman rata-rata hanya sekitar 200.000 wisman per bulannya (pada saat pandemi periode April - Desember)," kata Rifki.

"Tercatat total wisman yang datang ke Indonesia pada tahun 2020 hanya sebesar 4,02 juta atau mengalami penurunan sebesar 75,04 persen (yoy) akibat pandemi COVID-19,” sambungnya.

Dampak pertama penurunan kedatangan wisman adalah berkurangnya cadangan devisa yang masuk ke Indonesia, turunnya wisman terutama ke Indonesia akan berpengaruh terhadap penerimaan devisa dari sektor pariwisata.

Baca Juga: Peradaban Makin Maju, Tapi Krisis Kemanusiaan Masih Terjadi

“Setidaknya cadangan devisa akan berkurang sekitar USD1,3 miliar dari penerimaan devisa sektor pariwisata. Sementara, dari tataran data aktual devisa sektor pariwisata 2020 yang ditargetkan mencapai USD20 miliar, diproyeksikan hanya akan mencapai USD3 miliar hingga USD4 miliar saja,”Jelas Rifki.

Dampak lanjutan penurunan kedatangan wisman juga berakibat kepada pergerakan nilai tukar di Indonesia, mengingat sektor pariwisata juga dapat memengaruhi nilai tukar.

Sepanjang tahun 2020 nilai tukar rupiah terus mengalami depresiasi terhadap USD khususnya selama bulan Maret dan bulan April 2020.

Baca Juga: Gara-gara Adegan Zahra dan Pak Tirta, Sinetron Suara Hati Istri Dikecam


“Namun, seiring berjalannya waktu nilai tukar USD/IDR pun sudah mulai stabil. Tercatat, secara rata-rata keseluruhan tahun 2020, nilai tukar rupiah melemah 2,66 persen ke level Rp14.525 per USD, dari Rp14.139 per USD pada tahun 2019,” ungkap Rifki.

Berdasarkan kajian yang dilakukannya mengenai dampak penurunan kedatangan wisman terhadap cadangan devisa dan nilai tukar, Rifki memperkirakan bahwa respons cadangan devisa dan nilai tukar akibat terjadinya guncangan kedatangan wisman sama-sama memperlihatkan pergerakan yang semakin mendekati titik keseimbangan.

“Pergerakan ke arah yang konvergen ini memerlukan waktu penyesuaian hingga 15-20 bulan ke depan pasca terjadinya guncangan kedatangan wisman,” Jelas Rifki.

Baca Juga: Sejumlah Ritel Mulai Tutup, DPR Dorong BPUM Berlanjut di 2022

Adapun Rifki menyarankan Kementerian Kesehatan dan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional harus benar-benar memastikan proses vaksinisasi dapat segera diterima oleh masyarakat Indonesia, utamanya masyarakat yang bekerja di pelayanan masyarakat serta pelaku usaha di sektor pariwisata.

Hal ini harus segera dilakukan untuk mengembalikan kembali rasa kepercayaan wisatawan mancanegara untuk berkunjung ke Indonesia.***

Editor: R. Adi Surya

Tags

Terkini

Terpopuler