Padahal, anjuran membaca ini merupakan semangat al-Qur’an dari awal sampai akhir turunnya ayat itu.
Nama al-Qur’an sendiri berarti ‘bacaan’.
Lalu, siapa lagi yang harus membaca kalau bukan yang punya bacaan itu?
Inilah perlunya umat Islam merevolusi mentalitas, mind set, cara berpikir dan bertindak serta berkarya.
Umat Islam jangan terlena dengan media-media lain yang meminggirkan umat Islam dari semangat membaca.
Oral tradition, tradisi lesan, itu memang baik, tapi alangkah lebih baik lagi dibarengi dan dikembangkan tradisi baca dan tradisi meneliti serta menulis.
Bangsa Indonesia dan tentunya umat Islam akan semakin tertinggal dari negara-negara maju jika tidak berani mengubah kebiasaan dari sekedar chatting, Whats App posting, dan menonton menjadi tradisi yang sarat dengan kandungan ilmu, tradisi yang dapat diwariskan ke generasi yang akan datang.
Seandainya sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW tidak merekam ayat-ayat al-Qur’an dalam bentuk tulisan, pastilah kita sekarang ini tidak punya al-Qur’an.
Maka, mari kita contoh suri tauladan agung para sahabat nabi dengan banyak membaca dan menulis baik ayatayat kauniyah maupun qouliyah.
Cinta baca, cinta ilmu harus dimulai dari diri sendiri (ibda’ bi nafsik) lalu ditularkan ke keluarga dekat, teman, murid, dan lingkungan sekitar kita.