Bahkan pembaruan legalitasnya disetujui oleh Kemenkumham, 13 Januari 2023, sebagai organisasi sosial keagamaan yang berbadan hukum sejak tahun 1953.
Juandi Gultom dari Divisi Advokasi dan Perdamaian Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) turut menyayangkan praktik diskriminasi yang terus terjadi pascapernyataan Presiden Jokowi.
Sepanjang 2022 PGI mencatat ada 23 gereja yang mengalami gangguan. Data ini terus meningkat sampai hari ini. Padahal, kasus-kasus pelanggaran kebebasan beragama yang dialami gereja-gerja sebelumnya banyak yang belum diselesaikan negara,” sesal Juandi.
Ia pun menyebut penolakan dan pembubaran ibadah yang dialami Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Metland Cileungsi, Bogor, dan pelarangan beribadah Gereja Protestan Injili Nusantara (GPIN) Filadelfia Bandar Lampung yang sama-sama terjadi pada 5 Februari 2023, setelah perintah Jokowi kepada para pimpinan daerah dan Forkopimda.
Dalam konferensi pers, Koalisi Advokasi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan melihat kecenderungan pelarangan atau penolakan beribadah, rumah ibadah dan kegiatan keagamaan kelompok minoritas agama atau keyakinan tidak tampak surut memasuki tahun-tahun politik.
Praktik intoleransi dan diskriminasi berbasis agama terus meningkat yang celakanya di banyak kasus aktor pelanggar kebebasan beragama atau berkeyakinan berasal dari unsur negara. Yang terbaru, pada 5 Januari 2023, Polres Ponorogo bersama Camat (Ngabel, Ponorogo) membubarkan paksa acara Jalsa Salanah, kegiatan tahunan jemaat Ahmadiyah.
“Harusnya aparat kepolisian dan TNI berpihak kepada minoritas yang menjadi korban. Tugas aparat itu menindak pelaku,” tegas wakil koalisi dari Imparsial, Anisa Yudha.
Karena itu, sambung peneliti Imparsial, koalisi mendesak Presiden Jokowi agar tidak berhenti pada statemen saja. Preseiden harus secara nyata mengevaluasi Kemendagri yang tidak menjalankan tanggung jawabnya mengawal para kepala daerah agar tidak melanggar kebebasan beragama.
“Justru Kemendagri harus melakukan monitoring dan evaluasi ke kepala daerah agar seluruh warga diperlakukan secara setara dalam beragama dan berkeyakinan,” pungkas Anisa.***