Pelanggaran Kebebasan Beragama Meningkat, Kewibawaan Presiden Dipertanyakan

- 15 Februari 2023, 18:00 WIB
Petugas Satpol PP menurunkan kubah yang menjadi simbol bangunan yang disebut Masjid Jamaah Ahmadiyah di Kabupaten Sintang 29 Januari 2022 lalu.
Petugas Satpol PP menurunkan kubah yang menjadi simbol bangunan yang disebut Masjid Jamaah Ahmadiyah di Kabupaten Sintang 29 Januari 2022 lalu. /Istimewa/Warta Ahmadiyah

Pedoman Tangerang - Direktur Riset SETARA Institute Halili Hasan mempertanyakan kewibawaan Presiden lantaran perintah dan teguran Jokowi kepada para kepala daerah dan Forkopimda agar kebebasan beragama dan beribadah dijamin negara justru diabaikan. 

Fakta Bupati dan Forkopimda Sukabumi pada awal Februari 2023 melarang muslim Ahmadiyah di Parakansalak membangun sarana pendidikan maupun kegiatan keagamaan lainnya dan sebelumnya, 26 Januari 2023, Forkopimda Sintang, Kalimantan Barat, menyesatkan Ahmadiyah dan melarang mereka melakukan aktivitas keagamaan , bagi Halili, menjadi bentuk pembangkangan para kepala daerah.

“Kewibawaan Presiden dipertanyakan. Padahal pernyataan Jokowi dalam Rapat Koordinasi Nasional Kepala Daerah dan Forkopimda Tahun 2023 di Bogor (17/1) disaksikan publik Indonesia, karena hampir semua media besar mengangkatnya. Sudah dicoreng muka Jokowi,” kata Halili dalam konferensi pers yang digelar Koalisi Advokasi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, 15 Februari 2023.

Kekecewaan masih maraknya praktik pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan yang dilakukan oleh pemerintah daerah disampaikan oleh juru bicara Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Yendra Budiana.

“Ternyata, pernyataan Presiden Jokowi bahwa ‘jangan sampai kesepakatan mengalahkan konstitusi’ diabaikan oleh kepala daerah yang melarang Ahmadiyah melakukan aktivitas keagamaan,” ungkap Yendra.

Ia mengaitkan kasus-kasus diskriminasi yang dialami Ahmadiyah akhir-akhir ini sebagai aktivasi politisasi agama menjelang pemilu serentak 2024. Karena itu, sambung Yendra, JAI akan bersiap bersama koalisi dan jaringan kebebasan beragama atau berkeyakinan untuk menghadapinya.

“Dalam pengalaman pemilu-pemilu sebelumnya Ahmadiyah selalu dijadikan komoditas isu untuk mengangkat popularitas (peserta pemilu),” ucap Yendra.

Agar pernyataan Jokowi bukan isapan jempol belaka, harap Yendra, pemerintah pusat harus memastikan politisasi Ahmadiyah di pemilu serentak untuk kepentingan politik yang sempit tidak terus bergulir di daerah-daerah dan tidak menjadikan SKB 3 Menteri tahun 2008 tentang Ahmadiyah sebagai konsideran pelarangan Ahmadiyah oleh pemerintah daerah.

Sebab sampai saat ini Ahmadiyah tidak pernah dilarang atau dibubarkan. 

Halaman:

Editor: R. Adi Surya


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x