Sebut Kapitan Pattimura Ahmad Lussy, Ustad Adi Hidayat Ambil dari Buku Ini

- 8 Juli 2022, 15:00 WIB
Ilustrasi Penjelasan Ustadz Adi Hidayat.
Ilustrasi Penjelasan Ustadz Adi Hidayat. /Tangkapan layar youtube.com / Adi Hidayat Official.

Pedoman Tangerang – Baru-baru ini viral video ceramah kontroversial yang disampaikan oleh dai kondang Ustad Adi Hidayat (UAH).

UAH mengatakan dalam ceramahnya yang viral itu bahwa Thomas Matulessy atau Kapitan Patimura sebenarnya bernama Ahmad Lussy.

Ceramah UAS pun ramai dibicarakan karena kontroversial. Video UAS viral di media sosial, Instagram dan Twitter.

Teori yang disampaikan oleh UAS ini juga termuat dalam buku yang ditulis Ahmad Mansur Suryanegara berjudul Api Sejarah.

Baca Juga: Gantikan Risma, Kementerian Sosial Dibawah Naungan Muhadjir Langsung Cabut Izin ACT

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mencatat, Ahmad Mansur adalah seorang akademisi yang bergelar professor. Dia mengajar di sejumlah perguruan tinggi, diantaranya:

 

1. Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandunh

 

2. Universitas Pasunda (Unpas)

Baca Juga: Anak Kyai Serahkan Diri Usai Kucing-kucingan dengan Polisi, Kapolda: Proses Hukum akan Ditegakkan

3. Universitas Islam Bandung (Unisba) Purwakarta

 

4. Universitas Islam Nusantara Uninus) Bandung

 

5. Universitas Widyatama (Utama) Bandung

 

6. IKIP Bandung

Baca Juga: Mantan Perdana Menteri Jepang Di Tembak, Partai LDP: Abe Kritis

7. IAIN Gunung Djati (Bandung).

Ahmad Mansur Suryanegara menulis buku Api Sejarah dan diterbitkan pada tahun 2009 dalam cetakan 1 dan 2.

 

Kontroversi Ahmad Lussy Dalam Buku Api Sejarah

Pada buku Api Sejarah jilid 1, Ahmad Mansur mengatakan Pattimura adalah Ahmad Lussy yang disebut-sebut ketika menjelaskan imperialisme Protestan Belanda.

Dikatakan Belanda ingin memutuskan hubungan antara Kesultanan Turki dengan kekuasaan Islam di Nusantara.

“Akibat imperialis Protestan Belanda melihat masih adanya hubungan niaga antara Kesultanan Turki dan Kesultanan Mongol di India dengan kekuasaan politik Islam di Nusantara Indonesia maka diserangnya secara intensif wilayah produsen rempah-rempah di luar Jawa, sebelum dan sesudah adanya tanam paksa, 1830-1919,” tulis Mansur dalam bukunya Api Sejarah.

Baca Juga: Pria Wajib Tahu! Salat Jumat Telat Tak Ikut Mendengarkan Khutbah, Apakah Sah? Begini Kata Buya Yahya

Rempah-rempah dan bahan bumbu dapur melimpah ruah di Kepulauan Maluku. Oleh Karena itu Maluku menjadi perhatian Belanda. Munculah Kapitan Pattimura yang berjuang melawan penjajah. Ahmad Mansur menyebut Pattimura seorang Muslim.

“Bangkitlah perlawanan bersenjata dipimpin oleh Kapten Pattimura, 1817 M. Di Ambon penyandang nama Pattimura adalah Muslim. Oleh karena itu, salahlah jika dalam penulisan sejarah, Kapten Pattimura disebut penganut Kristen,” tulis Ahmad Mansur dalam bukunya Api Sejarah.

 

Kritikan Atas Buku Api Sejarah

Tiar Anwar pengajar di STAI Persatuan Islam Garut dan Unpad menulis kritik dari teori yang ditulis Ahmad Mansur dalam bukunya Api sejarah. Dalam Jurnal Sejarah Peradaban Islam Vol 2 No 2 Tahun 2018, berjudul Islamisasi Penulisan Sejarah: Survey Gagasan Hamka dan Ahmad Mansur Suryanegara.

Menurut Tiar Anwar, Ahmad Mansur adalah aktivis Islam semasa mahasiswa dan dekat dengan M Natsir (masyumi). Sejak era Orba, tulisan-tulisan Ahmad Mansur sudah bernada menggugat sejarah mapan. Buku Api Sejarah ditujukan untuk mengubah drastis pandangan terhadap sejarah Indonesia.

Baca Juga: Nasib Malang Santriwati Korban Pencabulan Anak Kiai Ponpes Shiddiqiyyah Jombang: Mau Bunuh Diri Sampai...

Tiar juga mengatakan bahwa buku yang ditulis Ahmad Mansur hanya menggunakan sumber-sumber sekunder bukan sumber primer.

Tiar Anwar juga menkritik metodologi yang ditulis Ahmad Mansur. Kritik pertama Tiar utarakan mengenai sumber sejarah yang tidak kritis dan tidak lengkap serta serampangan. Ini menjadikan buku Api Sejarah dinilai tidak ilmiah, meski Tiar menilai tetap ada niliai ilmiah di buku tersebut.

Kritik kedua, Tiar mengkritik sistematika penyajian Ahmad Mansur yang dinilai Tiar terlalu loncat-loncat

“Walaupun secara semangat pemikiran untuk mengislamisasi penulisan sejarah Islam di Indonesia, Mansur sudah memberikan kontribusi penting, namun memang dalam hal metodologi, buku ini memperlihatkan kelemahan yang cukup fundamental disana-sini," katanya.

Untuk sejarawan sekelas Mansur yang sudah puluhan tahun malang melintang di dunia sejarah seharusnya kesalahan-kesalahan inii tidak perlu terjadi. Sebab, pada umumnya kesalahan yang dilakukan adalah kesalahan mendasar yang menunjukan ketidak berhasilan Mansur mendapatkan sumber yang dapat dipercara dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebagai contoh ada beberapa kasus yang sempat penulis catat yang mengandung kelemahan metodologi cukup fatal, tulis Tiar Anwar di dalm Jurnal Sejarah Peradaban Islam.***

Editor: R. Adi Surya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x