Penolakan Tambang PT DPM di Dairi Menguat, Warga Khawatir Gempa Menyusul

16 Juni 2021, 09:22 WIB
Warga Dairi melakukan penolakan terhadap operasional tambang seng dan timbal PT Dairi Prima Mineral (DPM) di Kabupaten Dairi, /Foto: Dok. pribadi.

Pedoman Tangerang - Sikap penolakan terhadap operasional tambang seng dan timbal PT. Dairi Prima Mineral (DPM), di wilayah konsesi tambang seluas 24.636 hektar, semakin menguat.

Alasan keberadaan lokasi tambang yang berada di zona rawan gempa, perusakan hutan tadah hujan hingga ancaman keselamatan warga, terus dikemukakan berbagai kalangan tomas dan masyarakat DAIRI dengan gerakan beberapa kali aksi unras ke DPRD DAIRI, BUPATI sampai ke Kementerian KLHLK.

Project pertambangan senilai $630 juta yang dioperasikan oleh Dairi Prima Mineral (DPM), sebuah perusahaan patungan raksasa pertambangan Indonesia Bumi Resources, yang dimiliki oleh keluarga Bakrie dengan Kelompok Pertambangan Logam Non Ferrous China (NFC) milik negara Tiongkok.

Pada operasionalnya, mereka akan menggali tanah Bukit Barisan, tulang punggung Sumatera yang merupakan daerah patahanan gempa.

Baca Juga: Gempa 2,8 Magnitudo Guncang Sumut Hati-hati Gempa Susulan

Daerah ini dikelilingi oleh hutan lindung dan desa-desa masyarakat adat Pakpak, Kabupaten Dairi di Sumatera Utara.

Seperti halnya diungkapkan oleh Pemimpin Gereja terbesar di Sumatera Utara, Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Ephorus Robinson Butarbutar.

Melalui surat tertulisnya ke Komisi II DPR RI, ia menyatakan penolakan tersebut seiring dengan keluarnya izin operasi produksi PT DPM oleh Kementrian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) pada awal tahun 2018.

Melalui izin tersebut, PT DPM pun mulai melakukan pembanguan tailing storage facility/fasilitas penyimpanan limbah (TSF) atau bendungan penampungan limbah tambang (tailing) yang hanya berjarak kurang dari 1000 m dari pemukiman penduduk.

Baca Juga: Fahri Hamzah Usul Garuda Indonesia Dijual

Pada lokasi pembangunan Bendungan Tailing itu, terdapat bangunan rumah ibadah Gereja HKBP Sikhem Sopo Komil di Kabupaten Dairi yang pada akhirnya juga saat ini terancam direlokasi.

"Membangun bendungan tailing kurang dari 1000 meter dari pemukiman termasuk ilegal, sementara itu di Sumatera Utara, DPM mengusulkan bendungan dibangun hanya 400 m dari pemukiman. Selain itu, Adendum meremehkan adanya risiko banjir," kata Pendeta Robinson dikutip dari surat tertulisnya, Selasa, 15 Juni 2021.

Robinson menambahkan, dari rencana pembanguan bendungan tailing oleh PT DPM, kelak akan dibangun tak lebih dari 14 km dari Sesar Besar Sumatra.

Sementara menurut studi yang digelar Masyarakat Geoteknik Jepang (JGS) pada 2009 lalu, permukaan tanah di lembah Sopokomil didominasi oleh abu vulkanik akibat letusan Toba.

Baca Juga: Hasil Pertandingan Hungaria 0 vs 3 Portugal, Ronaldo Cetak 2 Gol

Penolakan keras juga dilontarkan perwakilan masyarakat yang mengaku kehidupan mereka tidak bergantung kepada proyek tambang karena umumnya berprofesi sebagai petani.

Mereka mempertanyakan potensi ancaman bencana dari kegiatan PT DPM. Ini mengingat keberadaan dari Bendungan Tailing yang dibangun berada sangat dekat dengan pemukiman penduduk.

"Tempat limbah kenapa dibuat dekat dari rumah rakyat, bagaimana kalau Bendungan Tailing itu pecah? Bagaimana kalau kami semua mati? Kami hidup bukan dari pertambangan, di kampung kami banyak penghasilan, semua tanaman bisa tumbuh di daerah kami, maka kami tidak membutuhkan tambang, kami sudah hidup aman disini," ujar Mariati boru Tohang.

Merespons kemelut terkait tambang PT DPM itu, Komisi II DPR RI melalui panitia kerja (Panja) pertanahan telah mengagendakan kunjungan kerja guna menyikapi permasalahan tersebut.

Baca Juga: DPR Minta Pemerintah Evaluasi Izin Tambang Pulau Sangihe

"Tanggal 17 juni tepatnya pada Kamis ini, kita akan melakukan kunjungan kerja. Untuk menindaklanjuti langsung terkait masalah tambang PT DPM ini termasuk masalah Penggunaan Lahan Hutan yang dikelola PT. GRUTI di Desa Parbuluan dan Sumbul Kabupaten Dairi yang di klaim masyarakat sebagai lahan pertanian mereka dan permasalahan tanah masyarakat dengan PTPN IV Bah Jambi di Kabupaten Simalungun," kata Ketua Panja Tanah Komisi II DPR Junimart Girsang melalui keterangan tertulis di Jakarta, kemarin.

Ia menegaskan, kunjungan kerja itu dilakukan setelah sebelumnya tanggal 5 April 2021, Komisi II DPR telah melakukan rapat dengar pendapat umum di DPR dengan para korban dan tokoh masyarakat disekitar tambang, yakni masyarakat desa Parbuluan-Sumbul dan masyarakat Bah Jambi.

"Ini juga menindaklanjuti hasil rapat dengar pendapat umum yang sebelumnya telah kita lakukan bersama para korban dan tokoh masyarakat," katanya.***

Editor: Alfin Pulungan

Tags

Terkini

Terpopuler