Fenomena Baru Revenge Travel, Kenali Bahayanya Agar Tak Seperti China

- 28 September 2021, 20:10 WIB
Ilustrasi Backpacker. Seorang pemuda Singapura bisa sampai Kanada dengan cara nebengDOK. PR
Ilustrasi Backpacker. Seorang pemuda Singapura bisa sampai Kanada dengan cara nebengDOK. PR /

Pedoman Tangerang - Pantai Sanur dan Kuta dipenuhi wisatawan pada akhir pekan minggu lalu seiring dengan penurunan level PPKM dari level 4 menjadi 3. Industri pariwisata pun mulai menggeliat, namun pemulihan ekonomi ini masih dibayangi oleh bahaya penyebaran virus Covid-19.

Peningkatan mobilitas dan aktivitas masyarakat tersebut dikhawatirkan mengarah ke fenomena revenge travel, yang baru-baru ini juga sempat disebut-sebut oleh tokoh politik di Indonesia.

Para pakar pun mengungkapkan kekhawatiran yang sama. Ahli epidemiologi dari Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Dr Masdalina Pane, mengaku khawatir terjadi revenge travel akibat pembatasan ketat selama beberapa bulan yang menyebabkan perasaan euforia atau bebas.

Baca Juga: Sentuh Angka 2000, Jumlah Pasien Covid-19 Terus Menurun

Meski demikian, Pane menjelaskan bahwa fenomena tersebut umum terjadi, terutama ketika kita tersandera kesibukan sampai jenuh kita ingin balas dendam. Yang menjadi permasalahan adalah risiko penularan virus menjadi lebih tinggi dengan adanya kerumunan akibat revenge travel.

Pane mengatakan jika protokol kesehatan diterapkan secara optimal, tentu risiko transmisi bisa ditekan. Namun, pengawasan pada kerumunan kerap menjadi tantangan.

Revenge travel, lanjut dia, tak akan menjadi masalah ketika dibarengi dengan kelengkapan persyaratan perjalanan dan protokol kesehatan yang ketat dan dilakukan dengan disiplin. Masalah utamanya, siapa yang mengawasi atau mengontrol kerumunan yang tercipta ini.

Hal senada diungkapkan Ketua Satgas COVID-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Zubairi Djoerban. Dia menyebutkan bahwa pelonggaran aktivitas masyarakat selama PPKM membuat mereka ingin sekali melakukan perjalanan wisata.

Meskipun hal tersebut kini tidak dilarang di wilayah level 1-3, tetapi tampaknya hal ini masih mengkhawatirkan. Sebab, pandemi benar-benar masih belum bisa dikendalikan di sebagian besar negara.

Efek bola salju

Halaman:

Editor: Ahmad Rafid Fadli Mukhtar


Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah