Rapat dengan Bappenas, DPR Tegaskan Utang Indonesia dalam Taraf Mengkhawatirkan

24 Juni 2021, 10:36 WIB
Anggota Komisi XI DPR, Anis Byarwati (pertama dari atas), dalam rapat kerja Komisi XI DPR RI dengan Menteri Perencanaan Pembangunan Negara/Ketua Bappenas secara virtual, Rabu, 23 Juni 2021. /Foto: Dok. PKS.



Pedoman Tangerang - Komisi Keuangan (Komisi XI) DPR RI menggelar rapat kerja dengan Menteri Perencanaan Pembangunan Negara/Ketua Bappenas secara virtual, Rabu, 23 Juni 2021. Adapun rapat ini membahas tentang Manajemen Pinjaman dan Hibah Luar Negeri Indonesia.

Dalam rapat tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati, menyinggung persoalan utama utang Indonesia. Ia mengatakan persoalan tersebut adalah bagaimana agar penerimaan negara lebih dipacu dibanding utangnya.

Anis melihat yang terjadi saat ini, utang tumbuh lebih tinggi, baik dibandingkan terhadap penerimaan negara maupun dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi. “Sehingga Indonesia semakin terjebak dalam hutang,” katanya.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini menjabarkan tentang porsi utang. Porsi utang dalam valas kata dia memang menurun menjadi 13% dari total utang pemerintah.

Baca Juga: Halalbihalal di Dapil, Anis Byarwati Beberkan 3 Kunci Kemenangan PKS

Akan tetapi, nilai rupiah yang cenderung terdepresiasi menyebabkan utang negara semakin riskan baik dalam hal cicilan pokok maupun bunganya.

“Dengan kondisi seperti ini, bagaimana mungkin kita masih mengatakan utang kita aman-aman saja,” ujar Anis.

Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini kemudian menegaskan bahwa perlu dilakukan kajian lebih dalam terkait rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang benar-benar mencerminkan kondisi riil.

“Selama ini, perhitungan yang dilakukan hanya utang pemerintah pusat terhadap PDB. Sedangkan utang BUMN tidak dimasukan dalam hitungan. Praktek di negara-negara lain utang BUMN termasuk dalam kalkulasi rasio tersebut,” jelas Anis.

Baca Juga: DPR Heran Sikap Ambigu BPK yang Gemar Kasih WTP Tapi Ragukan Keuangan Pemerintah

Sejalan dengan itu, Anis menegaskan perlu klarifikasi apakah perhitungan rasio hutang pemerintah Indonesia terhadap PDB sudah apple to apple dengan perhitungan di negara lain.

“Tidak masuknya utang BUMN dalam hitungan, menyebabkan rasio utang Indonesia menjadi cukup rendah. Ini perlu klarifikasi,” pintanya.

Selanjutnya Anis menyampaikan data rasio utang terhadap ekspor yang telah mencapai 209%. “Agar publik faham bahwa utang kita tidak baik-baik saja,” kata dia.

Sebagaimana diketahui, rasio utang ini semakin mengkhawatirkan karena ekspor Indonesia menghadapi tantangan penolakan dari negara-negara lain dengan alasan lingkungan. Ekspor yang di tolak di negara lain itu seperti CPO dan Batubara.

Baca Juga: PKS Dukung Audit Investigasi dan Restrukturisasi Utang Garuda

Selain catatan diatas, Anis juga mengingatkan kekhawatiran BPK RI yang menyatakan meningkatnya utang pemerintah karena pandemi Covid-19, sangat berbahaya.

Dalam rapat paripurna DPR RI pada Selasa kemarin, BPK menyampaikan kekhawatirannya pemerintah tidak mampu membayar utang dan bunga utang, mengingat beberapa indikator yang cukup mengkhawatirkan.

Indikator pertama, tren pertumbuhan utang yang sangat jauh dibandingkan dengan pertumbuhan PDB dan indikator kedua rasio debt service Indonesia terhadap penerimaan sebesar 46,77, melampaui rekomendasi IMF sebesar 25-35%.

Rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan yang mencapai 19,06% juga melampaui saran IDR sebesar 4,6-6,8% dan rekomendasi IMF sebesar 7-10%.

Baca Juga: PKS Beberkan 3 Bahaya Ide Jabatan Presiden 3 Periode

Dalam rapat ini, Anis meminta penjelasan lebih lanjut mengenai sumber pinjaman luar negeri baik dari bilateral maupun multilateral termasuk pinjaman dari negara lain.

Ia juga mengingatkan agar pemerintah lebih cermat dalam mengelola utang dan menentukan sumber pinjaman.

Berdasar penjelasan Menteri PPN/Kepala Bappenas yang menyebutkan pinjaman luar negeri relatif memiliki bunga rendah, maka Anis menyarankan jika pinjaman luar negeri memiliki bunga yang rendah, seharusnya pemerintah tidak perlu menambah hutang lewat SBN.

"Sehingga kita perlu tahu seberapa rendah bunga yang dimaksud,” katanya.***

Editor: Alfin Pulungan

Tags

Terkini

Terpopuler