Network
Ada dua aspek penting yang perlu dipahami mengenai hakikat kepemimpinan.
Pertama, kepemimpinan dalam perspektif Al-Quran bukanlah sekadar kontrak sosial antara pemimpin dan masyarakatnya, melainkan merupakan ikatan perjanjian antara pemimpin dan Allah SWT.
Sebagai contoh, kita dapat melihat dalam Q.S. Al-Baqarah (2): 124, "Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji oleh Tuhannya dengan beberapa kalimat perintah dan larangan (amanat), lalu Ibrahim melaksanakannya dengan baik."
"Allah berfirman: Sesungguhnya Aku akan menjadikan engkau pemimpin bagi manusia. Ibrahim bertanya: Dan dari keturunanku juga (dijadikan pemimpin)? Allah SWT menjawab: Janji (amanat)Ku ini tidak (berhak) diperoleh oleh orang zalim."
Baca Juga: Teks Bacaan Doa Setelah Baca Surat Yaseen, Lengkap Arab, Latin dan Terjemahannya
Kepemimpinan adalah amanah, pemberian Allah SWT, bukan sesuatu yang diminta apalagi dikejar atau diperebutkan.
Sebab kepemimpinan menghasilkan kekuasaan dan wewenang yang tujuannya hanya untuk memudahkan pelaksanaan tanggung jawab dalam melayani rakyat.
Semakin tinggi posisi seseorang, semakin harus ditingkatkan pelayanannya kepada masyarakat.
Sebaliknya, tidak seharusnya digunakan sebagai peluang untuk memperkaya diri, bertindak zalim, atau sewenang-wenang.
Baca Juga: Teks Khutbah Jum’at: Meraih Amal yang Diridhai Allah
