Teks Khutbah Idul Fitri 2023, Materi Sedih Membuat Jiwa Tersedu

- 16 April 2023, 13:30 WIB
Teks Khutbah Idul Fitri 2023, Materi Sedih Membuat Jiwa Tersedu.
Teks Khutbah Idul Fitri 2023, Materi Sedih Membuat Jiwa Tersedu. /Tangkap Layar


Pedoman Tangerang - Puasa Ramadhan 1444 H akan segera berakhir, yang artinya Hari Raya Idul Fitri akan segera tiba.

Saat Idul Fitri dilakukan Sholat Idul Fitri. Adapun dalam pelaksanaannya Sholat Idul Fitri disertai dengan pembacaan Khutbah.

Adapun dalam urutannya, terdapat Khutbah Idul Fitri yang disampaikan selepas pelaksanaan sholat Idul Fitri.

Baca Juga: Teks Khutbah Jumat 14 April 2023: Pentingnya Zakat Fitrah Untuk Mensucikan Jiwa

Berdasarkan hal tersebut penelusuran mengenai Teks Khutbah Idul Fitri banyak dicari oleh warganet yang tengah mempersiapkan diri untuk melakukan Khutbah Idul Fitri 2023/1444 H.

Berikut ini adalah teks khutbah Idul Fitri 2023, materi sedih bikin jiwa tersedu.

Khutbah 

اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) وَ لِلّٰهِ اْلحَمْدُ اللهُ اَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلاً، لاَاِلهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ، اللهُ اَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اَلْحَمْدُ الحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ حَرَّمَ الصِّياَمَ أَيّاَمَ الأَعْياَدِ ضِيَافَةً لِعِباَدِهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلٰهَ إِلاَّاللهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ الَّذِيْ جَعَلَ الجَّنَّةَ لِلْمُتَّقِيْنَ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَناَ وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِيْ إِلىَ الصِّرَاطِ المُسْتَقِيْمِ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّـدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنَ. أَمَّا بَعْدُ .فَيَآأَيُّهَاالمُؤْمِنُوْنَ وَالمُؤْمِناَتِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَاتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ . قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيٰنِيْ صَغِيْرًاۗ

Maasyiral Muslimin jamaah shalat Idul Fitri yang dirahmati Allah

Tiada kalimat lain yang paling layak kita ungkapkan pada kesempatan yang mulia ini, selain kalimat Alhamdulillahirabbil alamin, puja dan puji syukur kepada Allah swt Tuhan semesta alam yang telah menganugerahkan nikmat yang tidak bisa kita hitung satu persatu.

Di antara nikmat agung itu adalah masih diberinya kita kemampuan untuk menghirup udara dunia sekaligus anugerah umur panjang sehingga kita masih bisa beribadah kepada-Nya serta masih berkesempatan untuk berkumpul bersama orang-orang yang kita cintai di sekeliling kita.

Semua ini adalah nikmat yang agung. Terlebih pada momentum Hari Raya Idul Fitri yang menjadi perayaan kemenangan dan kebahagiaan. Sebuah hari raya di mana takbir, tahmid, dan tahlil berkumandang di berbagai penjuru dunia menandai kembalinya fitrah umat Islam seperti bayi yang terlahir kembali ke dunia ini.

Dalam catatan sejarah, awal mula dilaksanakannya hari raya Idul Fitri adalah pada tahun ke-2 Hijriah. Saat itu kaum Muslimin mendapatkan kemenangan besar dalam perang Badar.

Perayaan kemenangan yang diraih umat Islam pada waktu itu, secara tidak langsung merayakan dua kemenangan yakni kemenangan atas telah paripurnanya menjalankan kewajiban puasa di bulan Ramadhan dan kemenangan dalam perang badar.

Dalam tradisi bangsa Indonesia, Hari Raya Idul Fitri terkenal dengan nama Lebaran. Para ahli bahasa menyebut bahwa kata Lebaran salah satunya berasal dari bahasa Jawa yakni ‘lebar’ yang memiliki arti 'selesai'.

Maasyiral Muslimin jamaah shalat Idul Fitri yang dirahmati Allah

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sendiri, kata Lebaran dimaknai sebagai hari raya umat Islam yang jatuh pada 1 syawal setelah selesai menjalankan ibadah puasa selama bulan Ramadhan.

Makna ini selaras dengan kenyataan, bahwa pada hari Lebaran, kita sudah selesai menjalankan kewajiban berpuasa dan mewujudkannya dalam bentuk perayaan kebahagiaan sebagai wujud syukur kepada Allah swt.

Pada hari ini kita berbahagia bersama dan saling menyampaikan doa dengan berbagai bentuk redaksi seperti: ‘taqabbalallahu minnaa wa minkum’ yang artinya “semoga Allah menerima (amal ibadah Ramadlan) kita”.

Dan juga doa “wa ja’alanallaahu wa iyyaakum minal ‘aaidin wal faaiziin’ yang artinya ‘Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang kembali dan orang-orang yang beruntung atau menang.’

Sebuah doa yang berisi harapan mendalam agar setelah melaksanakan rangkaian ibadah di bulan Ramadhan ini kita akan benar-benar kembali suci dan beruntung mencapai kemenangan dengan predikat sebagai orang-orang yang bertakwa.

Hal ini telah Allah sebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 183:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Maasyiral Muslimin jamaah shalat Idul Fitri yang dirahmati Allah

Kebahagiaan yang kita rasakan ini tentu sangat kurang lengkap jika dirayakan sendiri. Kebahagiaan akan terasa lebih nikmat jika bisa dirayakan dengan berkumpul bersama orang-orang yang kita cintai.

Hal inilah yang memunculkan sebuah tradisi ritual di negara kita yakni Mudik. Sebuah tradisi berisikan kerinduan di tanah rantau untuk pulang melihat kembali tanah kelahiran.

Sebuah tradisi luhur untuk kembali lagi berkumpul dengan keluarga, mengingat kembali masa kecil sekaligus bersimpuh sungkem dalam pelukan kedua orang tua. Mudik juga tidak hanya memiliki dimensi makna sekedar pulang kampung saja.

Di dalamnya terkandung dimensi spiritual yang nilainya tidak bisa diukur dengan materi dunia. Jarak jauh melintasi laut dan sungai, medan terjal dan jalan berliku, ditambah waktu, tenaga, serta biaya yang harus dikeluarkan untuk mudik, tidak bisa menghalangi rasa kangen yang membuncah kepada tanah kelahiran.

Teknologi canggih seperti telepon, media sosial, maupun video call juga tidak akan bisa menggantikan kualitas pertemuan langsung dengan sanak kerabat kita di kampung halaman.

Kemewahan perkotaan tak kan bisa menggantikan manisnya kenangan kesederhanaan bersama teman masa kecil yang selalu terbayang jelang lebaran. Berbagai fasilitas di tanah rantau tidak bisa menghalangi pulang kampung menuju ibu pertiwi walau berada di tengah hutan dan pucuk gunung yang tinggi sekalipun.

Kerinduan kepada tanah kelahiran seperti ini juga pernah dirasakan oleh Nabi Muhammad saw seperti yang tersebut dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi.

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم لِمَكَّةَ : ” مَا أَطْيَبَكِ مِنْ بَلَدٍ وَأَحَبَّكِ إِلَيَّ ، وَلَوْلا أَنَّ قَوْمِي أَخْرَجُونِي مِنْكِ ، مَا سَكَنْتُ غَيْرَكِ

Artinya: “Berkata
Rasulullah saw, “Alangkah indahnya dirimu (Makkah). Engkaulah yang paling ku cintai. Seandainya saja dulu penduduk Mekah tidak mengusirku, pasti aku masih tinggal di sini” (HR al-Tirmidzi).

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ

Maasyiral Muslimin jamaah shalat Idul Fitri yang dirahmati Allah

Jika kita renungkan lebih mendalam, hakikat mudik adalah kembali ke pangkuan orang tua. Sosok paling berjasa yang telah melahirkan kita ke dunia ini, sosok yang telah menjadi pahlawan kesuksesan kehidupan kita.

Janganlah sombong dengan keberhasilan dan apapun yang telah kita raih dalam kehidupan ini. Semua itu tidak akan bisa lepas dari jasa dan doa kedua orang kita. Bagaimana pun kondisi orang tua kita, mereka adalah sosok yang harus kita cintai, hormati, dan patuhi.

Mereka adalah jimat kita yang sakral di dunia ini. Karena keridhaan dan keikhlasan orang tua akan menjadi sumber kesuksesan kehidupan kita di dunia. Sebaliknya kemarahan mereka adalah merupakan sebuah kemurkaan dan bencana dalam kehidupan kita.

Maasyiral Muslimin jamaah shalat Idul Fitri yang dirahmati Allah

Di mudik lebaran kali ini mari kita raih kedua tangannya. Peluk tubuh mereka yang dulu kekar merawat kita namun sekarang sudah mulai lemah termakan usia. Mintalah keridhaan dan keikhlasan dari mereka berdua untuk bekal hidup kita.

Bagi kita yang orang tuanya sudah dipanggil Allah swt, mari kita ziarahi makam mereka. Kunjungi dan bersihkan pusaranya. Kita perlu sadari, bahwa mereka di sana menunggu panjatan doa dari kita.

Mereka pasti akan tersenyum melihat kehadiran dan doa yang kita panjatkan. Dan sebaliknya, mereka pasti akan sangat bersedih ketika kita tidak mendoakannya karena hanya itulah yang mereka harapkan di alam sana.

Selain kepada orang tua, mari juga saling memaafkan dosa dan kesalahan dengan orang-orang yang ada dalam kehidupan kita. Tidak ada manusia yang sempurna. Semua pasti memiliki dosa dan kesalahan kepada sesama.

Sehingga lebaran menjadi salah satu momentum tepat untuk saling memaafkan. Semoga lah semua dosa kita kepada Allah, orang tua dan kepada sesama akan diampuni sehingga kita akan menjadi insan yang kembali suci mendapatkan kemenangan. Amin.

Demikianlah teks khutbah Idul Fitri 2023, materi sedih membuat jiwa tersedu.***

Editor: Bustamil Arifin


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah