Kang Demul: Kekayaan Indonesia yang Sebenarnya adalah Kebudayaan

- 26 Juli 2021, 22:22 WIB
Dedi Mulyadi atau Kang Demul kekayaan Indonesia yang sebenarnya adalah kebudayaan, namun sayang kekayaan yang satu ini seringkali diabaikan.
Dedi Mulyadi atau Kang Demul kekayaan Indonesia yang sebenarnya adalah kebudayaan, namun sayang kekayaan yang satu ini seringkali diabaikan. /Foto: YouTube Ngobrol Asix.

Baca Juga: Aksi Mulia Dedi Mulyadi Titip Uang ke Pengadilan untuk Bayar Denda Pelanggar PPKM

"Kalau gitu kenapa enggak duduk di Komisi IV, kenapa enggak di Komisi X?," tanya Anang.

"Harus ini (lingkungan) dulu yang diamankan. Kan enggak akan ada kebudayaan kalau hutannya habis," ujar Kang Demul terkikik-kikik.

Menurutnya, hutan atau lingkungan yang menjadi rumah bagi masyarakat budaya harus dilindungi jika ingin kebudayaan itu dapat tetap terjaga.

Tanpa adanya hutan, atau malah berbalik mengekploitasi lingkungan, mustahil kebudayaan suatu masyarakat bisa bertahan. Kebudayaan itu justru akan terkikis seiring hutan yang menjadi wadah pelindungnya dibabat habis.

Baca Juga: Dedi Mulyadi Desak Penyelesaian Pencemaran Minyak Pertamina di Karawang

Untuk itulah, kata Kang Demul, ia bersama Anggota DPR di komisinya tersebut berupaya menjaga kelestarian lingkungan dengan membentuk Panitia Kerja (Panja) mengenai Penyusunan RUU Perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Kang Demul yang menjadi Ketua Panja tersebut mengatakan pihaknya berharap revisi aturan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.

Aturan tersebut akan menjamin adanya kepastian hukum antara kewajiban umat manusia melindungi alamnya dalam hubungan antara masyarakat dengan sumber daya alam. Hal inilah yang menjadi alasan politisi Golkar tersebut memilih untuk berjuang di komisi IV.

"Hari ini orang teriak-teriak tentang kebhinekaan, pluralisme, saya bilang omong kosong kebhinekaan pluralisme kalau kita enggak ngejagain hutan. Karena kelompok masyarakat tradisi yang tersebar 700 sampai 800 bahasa, itu adalah kelompok yang tinggal dipinggir laut, di hutan, ya kelompok-kelompok adat itu," kata Kang Demul.***

Halaman:

Editor: Alfin Pulungan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x