Masih Banyak PR, Perhimpunan Guru Nilai Negara Gagal Benahi Kualitas Pendidikan

- 2 Mei 2021, 16:10 WIB
Koordinator P2G Satriwan Salim dan Mendikbud Nadiem
Koordinator P2G Satriwan Salim dan Mendikbud Nadiem /Rahman Sugidiyanto/Arahkata.com

Anggi yang merupakan Peneliti LIPI melanjutkan, Uji Kompetensi Guru (UKG) masih di bawah standar minimum, skor di bawah 65 (skala 0-100). Begitu pula dalam perolehan skor PISA, nilai Indonesia konsisten di bawah rata-rata negara OECD untuk 3 bidang: Literasi, Matematika, dan Sains.

Lebih tragis lagi untuk bidang "literasi", skor Indonesia (2018) sama persis dengan pertama kali kita ikut PISA 2000, yakni skor 371. Anggaran digelontorkan sudah triliyunan rupiah sejak tahun 2000, namun hasil PISA kita merosot. Kualitas pendidikan nasional kita tidak sedang baik-baik saja.

Ketiga, negara gagal dalam memberikan pelayanan pendidikan selama pandemi kepada para siswa. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) makin membuka kesenjangan akses pendidikan antara siswa di urban area dan rural area. Bantuan kuota internet hanya mampu diserap 35,5 juta nomor pengguna, padahal ada 59 juta orang dan nomor yang terdaftar di Kemendikbud. Keterserapan anggarannya rendah. Di sisi lain, intervensi negara selama PJJ kepada siswa dan guru di daerah 3T atau pelosok yang tak memiliki gawai, laptop, dan internet tidak terlihat.

"Bantuan digitalisasi sekolah oleh Kemendikbud dengan mengirim 70.000 laptop (2020) ke sekolah di daerah, justru tanpa menyiapkan infrastruktur dasar seperti listrik dan jaringan internet memadai. Alhasil laptop tidak terpakai atau sia-sia, seperti terjadi di pedalaman Papua dan Papua Barat," lanjut Satriwan.

Keempat, perihal rencana Kemendikbud membuka sekolah serentak Juli 2021. P2G menilai jika sekolah ingin dibuka serentak maka pemerintah, Pemda, dan sekolah mesti memenuhi 5 syarat utama berikut tanpa kecuali: 1) Tuntasnya vaksinasi kepada seluruh guru dan tenaga kependidikan secara nasional. Hingga April 2021 baru 746 ribu guru divaksin tahap pertama, padahal targetnya 5 juta pendidik dan tenaga kependidikan rampung divaksin hingga Juni, jadi proses vaksinasi memang agak terlambat.

2) Sekolah terlebih dulu mengisi Daftar Periksa yang dibuat Kemendikbud secara online, per 2 Mei masih ada 246.383 sekolah yang belum merespon dari total 535.460 sekolah. Yang sudah merespon pun mesti diverifikasi oleh Disdik dan Dinas Kesehatan setempat, tentu butuh waktu lagi. Artinya sekolah masih jauh dari kata siap untuk dibuka jika ditinjau dari kesiapan sarana prasarana, 3) P2G justru merekomendasikan agar Pemda dan Sekolah merujuk kepada Daftar Tilik Kesiapan Sekolah Dibuka yang dibuat IDAI yang berisi 19 item, sebab lebih terperinci, lengkap, dan hati-hati. Tentu akan semakin berkurang jumlah sekolah yang siap dibuka jika merujuk 19 Daftar Tilik ala IDAI tersebut.

4) Uji Coba PTM yang dilakukan oleh Pemda hendaknya benar-benar selektif, validasi dan akurasi tinggi, dan evaluasi berkala. P2G mengapresiasi Pemprov DKI Jakarta yang hanya meloloskan 85 sekolah untuk Uji Coba PTM, dari hampir 1000 sekolah yang ada di DKI. P2G merekomendasikan agar seluruh Pemda di Indonesia membuka hotline layanan pengaduan uji coba PTM, agar orang tua dan masyarakat umumnya dapat mengawasi pelaksanaan uji coba PTM.

Temuan P2G, rata-rata pelanggaran Prokes dan 3M terjadi baik di sekolah maupun selepas pulang sekolah, seperti: Masker dipasang di dagu, tidak jaga jarak, dan tak adanya 3M di dalam angkutan umum. Kasus seperti ini contohnya terjadi di Kab. Bogor, Kota/Kab Bekasi, Kab. Situbondo, Kota Bukittingi, Kab. Agam, Aceh, Kab. Pandeglang, dan Kota Batam. Dinas Pendidikan dan Satgas Covid Daerah juga tidak memberikan sanksi baik kepada pribadi (siswa, guru) maupun sekolah, jika terjadi pelanggaran Prokes dan 3M tersebut. Perlakuan tegas hanya diberikan jika ada siswa/guru positif covid, berupa penutupan sekolah, kembali PJJ.

Baca Juga: KPU Sambangi PWI Kabupaten Tangerang, Ada Apa?

5) P2G meminta kepada Kemendikbud dan Pemda berkolaborasi dengan LPTK dan organisasi guru, memberikan pelatihan keterampilan Blended Learning dan Hybrid Learning yang didasarkan pada pedagogi digital kepada guru. Selama ini pelatihan yang dimaksud, hanya berorientasi pada keterampilan teknis guru dalam menggunakan platform digital saja, bukan kepada pemahaman dan keterampilan pedagogi digitalnya. Alhasil, pelatihan keterampilan yang sangat teknis ini hanya menguntungkan platform digital yang merupakan entitas bisnis. Dan hanya mengakomodir guru yang memiliki jaringan internet, untuk daerah pelosok sangat minim.

Halaman:

Editor: Rahman Sugidiyanto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x