Epidemiolog: Lonjakan Covid-19 Bukan karena Mudik, Tapi Bobol Penjagaan Keluar-Masuk Indonesia

17 Juni 2021, 09:36 WIB
Sejumlah warga negara asing (WNA) dengan menggunakan baju hazmat tiba di Bandara Internasional Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Sabtu, 2 Januari 2021. /Foto: Antara.

Pedoman Tangerang - Ahli wabah atau epidemolog Masdalina Pane menyarankan agar masyarakat menghentikan sementara aktivitas yang tidak perlu. Hal ini mengingat lonjakan pasien yang terpapar Covid dalam 10 hari terakhir ini memiliki tingkat mutasinya relatif lebih tinggi dari varian yang heboh di tahun 2020.

"Virus covid yang berkembang saat ini merupakan varian Delta 1617.2 yang berasal dari India. Jenis ini memiliki mutasi atau penyebaran yang lebih cepat walaupun virulensi atau keganasannya relatif lebih rendah," katanya kepada wartawan di Jakarta, Rabu, 16 Juni 2021.

Masdalina mengatakan bahwa varian inilah yang mendorong hampir empat provinsi di pulau Jawa kini menjadi zona merah kembali.

Sementara itu, untuk wilayah Bali, tidak terjadi lonjakan, namun berdasarkan temuan terakhir pada orang meninggal akibat Covid, ternyata diakibatkan varian B.1.351 asal Afrika Selatan.

Baca Juga: Varian Baru Covid-19 di Kudus Jateng Muncul, Prof Tjandra Yoga Sebut Efektifitas Vaksin Bisa Turun

"Bedanya, yang varian dari Afrika Selatan itu virulensi atau keganasannya tinggi, namun tidak menyebar cepat. Jadi sekali orang terkena varian Afrika dalam waktu 3 hari bisa langsung meninggal," tegasnya.

Banyak daerah di pulau Jawa kini menjadi episentrum, seperti di Kudus, Bandung, dan Jakarta.

Masdalina menuturkan, meski tak semua daerah dalam satu provinsi yang menunjukkan gejala, namun data Satgas Covid-19 menunjukkan bahwa secara agregat menunjukkan DKI Jakarta yang mengalami kenaikan hingga mencapai 400%, Depok 305%, Bekasi 500%, Jateng 898% dan Jabar 104%.

Kepala bidang pengembangan profesi Perhimpunan Ahli Epidemologi Indonesia (PAEI) ini mengutarakan bahwa lonjakan Covid-19 bukan merupakan dampak dari mudik lebaran.

Baca Juga: Peta Sebaran Covid 19 di Provinsi Banten, Seluruh Wilayah Zona Oranye

Lonjakan justru terjadi karena kegagalan cegah-tangkal, yang berakibat masuknya varian India dan Afrika ke Indonesia.

"Lonjakan ini harus disebut kebobolan karena banyak orang masuk ke Indonesia dari luar negeri dengan ketentuan karantina hanya 5 hari. Padahal, seharusnya 14 hari berdasarkan ketentuan masa optimum inkubasi dan ini menjadi standar organisasi kesehatan dunia (WHO)," jelasnya.

Ia juga menyebut bahwa lonjakan ini menunjukkan penularan lokal. Artinya, orang yang tertular virus ini sebagian besar tidak melakukan perjalanan luar negeri, namun terdampak varian baru.

"Ini menandakan sudah ada penularan lokal, jadi new emerging desease di Indonesia," tegasnya.

Baca Juga: Covid-19 Melonjak di Berbagai Daerah, Gus AMI: Protokol Kesehatan Jangan Sampai Kendor

Masdalina mengapresiasi pemerintah melalui kepolisian telah berhasil menekan angka mobilitas penduduk selama masa lebaran Idul Fitri. Dari angka 35 juta penduduk yang biasanya mudik, hanya terdapat 1,5 juta orang mudik.

"Maka, dalam situasi ini sebaiknya tidak boleh ada mobilitas lanjutan, terlebih di bulan depan umat Islam akan merayakan lebaran Idul Adha. Sebaiknya dilakukan pengetatan kembali untuk mencegah lonjakan lebih besar," terangnya.

Ia pun mengajak masyarakat untuk tetap mematuhi protokol kesehatan dengan menerapkan 3M. Terutama, menghindari kerumunan, baik dalam aktivitas sosial masyarakat biasa maupun kegiatan olahraga dalam waktu dekat ini.

"Dibutuhkan waktu kurang lebih satu bulan lamanya jika melihat masa inkubasi, sampai lonjakan ini dapat ditekan. Oleh karena itu, tugas pemerintah adalah memastikan penerapan Keputusan Menkes No. 4641 tentang testing, tracing, isolasi, dan karantina secara lebih ketat lagi," tutupnya.***

Editor: Alfin Pulungan

Tags

Terkini

Terpopuler