Perempuan Iran: Perjuangan untuk Mendapatkan Hak Ibu Mereka yang Hilang dalam Revolusi

- 23 Januari 2023, 16:52 WIB
Ilustrasi unjuk rasa protes kematian Mahsa Amini di Iran
Ilustrasi unjuk rasa protes kematian Mahsa Amini di Iran /Foto: REUTERS/Dilara Senkaya/File Photo/

Pedoman Tangerang – Aktivis yang memperjuangkan hak-hak perempuan di Iran saat ini telah belajar dari kesalahan pendahulu mereka dan lebih bertekad untuk mencapai kesetaraan gender.

Dilansir dari The Washington Institute, pemberontakan dalam mengejar hak-hak perempuan di Iran sekarang diakui secara internasional sejak kematian Mahsa Jina Amini, yang terbunuh dalam tahanan polisi moral Iran pada 16 September 2022.

Beberapa bulan kemudian, mayoritas parlemen Iran secara mengejutkan meminta pengadilan untuk menjatuhkan hukuman mati bagi mereka yang ditangkap karena memprotes hak-hak perempuan. Manuver pemaksaan ini jelas bertujuan untuk menghentikan gerakan yang tak tergoyahkan.

Menyaksikan kegigihan para perempuan ini, mau tidak mau teringat para perempuan yang bergabung dengan revolusi Islam 1979, yang membuat mereka kehilangan hak-haknya. Bagaimana mereka bisa mendukung pemerintah yang akan melucuti kebebasan yang mereka perjuangkan begitu keras hari ini? Dan bagaimana tindakan mereka memengaruhi para wanita yang saat ini berkelahi di jalanan?

Baca Juga: Ukraina Saat Ini: Potensi Kompensasi Militer dan Nuklir Rusia ke Iran

Gerakan perempuan Iran berawal dari dinasti Qajar abad ke-18, di mana perjuangan feminis dipromosikan atas nama kemajuan. Namun baru pada era Pahlavi (1925-1979) perempuan memiliki kesempatan untuk berprestasi, dengan perempuan menjadi terpelajar, berpenghasilan tinggi dan bahkan berperan dalam Parlemen.

Perempuan diberikan bantuan keuangan untuk pendidikan tinggi dan hak untuk memilih. Dan dengan Undang-undang Perlindungan Keluarga (1967), perempuan mendapatkan perangkat hukum untuk mengendalikan kehidupan pribadi mereka dengan perubahan hukum atas pernikahan anak, perceraian, dan undang-undang hak asuh yang menguntungkan mereka. Sementara era Pahlavi dikritik, dampaknya terhadap prestasi perempuan terlihat jelas.

Pada tahun 1979, sebagian besar kerusuhan sosial terjadi sebagai tanggapan terhadap westernisasi dan ketakutan akan kapitalisme, yang dirasakan banyak orang menciptakan kesenjangan ekonomi dan mengancam budaya tradisional.

Namun budaya tradisional Iran mencakup berbagai adat dan agama — tidak terbatas pada budaya Islam tertentu yang akan mendominasi Iran di bawah Republik Islam Ayatollah Khomeini. Dalam iklim awal semangat revolusioner, banyak intelektual perempuan Iran bergabung dengan revolusi Islam demi mendukung demokrasi yang awalnya dijanjikan Khomeini.

Halaman:

Editor: R. Adi Surya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x