DPR Minta Pemerintah Kendalikan Harga Kebutuhan Pokok Jelang Ramadhan

- 2 Maret 2022, 11:30 WIB
Pedagang menyortir cabai yang dijual di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta.
Pedagang menyortir cabai yang dijual di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta. /Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Pedoman Tangerang - Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR RI, Mulyanto, meminta pemerintah fokus mengendalikan harga kebutuhan pokok daripada berwacana perpanjang masa jabatan presiden.

Menurutnya, pemerintah lebih baik mengerjakan hal yang bermanfaat bagi rakyat daripada mengeluarkan pernyataan yang bikin gaduh masyarakat.

"Pemerintah lebih baik fokus urus harga kebutuhan pokok yang terus naik. Selain minyak goreng, kedelai dan daging sapi yang telah naik terlebih dahulu, baru-baru ini pemerintah menetapkan kenaikan harga BBM dan LPG non-subsidi. Bahkan LPG non subsidi mengalami kenaikan dua kali, tanggal 25 Desember 2021 dan 28 Februari 2022, hanya berselang dua bulan," kata Mulyanto dalam keterangan tertulis, Rabu (2/3/2022).

Mulyanto mendesak pemerintah mengembangkan berbagai opsi kebijakan yang inovatif, yang tidak memicu inflasi dan membebani rakyat di saat pandemi Covid-19 yang belum usai.

Baca Juga: Viral! Iqbaal Ramadhan Lagi Ngantri Minyak, Komentar Netizen Bikin Ngakak

"Ini adalah tugas penting dan strategis negara. Jangan malah sebaliknya mengembangkan diskursus yang kontraproduktif," katanya.

Mulyanto menambahkan, defisit transaksi berjalan sektor migas, akibat melonjaknya harga migas dunia, sebenarnya dapat dikompensasi dengan penerimaan ekspor komoditas energi lainnya seperti: batu bara, gas alam dan CPO yang harganya juga melejit menuai wind fall profit.

Apalagi ketika iklim investasi yang semakin kondusif ini dimanfaatkan untuk meningkatan produksi, maka penerimaan negara dari sektor ini akan semakin meningkat.

Menurut Mulyanto, melonjaknya harga energi dunia tidak otomatis harus diikuti dengan kebijakan kenaikan harga BBM, gas LPG, dan listrik PLN.

Baca Juga: Mendag Sebut Harga Kedelai Meroket Karena Babi di China, Nicho Silalahi: Jangan Kambing Hitamkan Babi

"Itu bukan satu-satunya opsi kebijakan. Ini kan soal kantong kiri dan kantong kanan, yang dapat saling mengkompensasi. Ada berbagai opsi kebijakan dan pemerintah diminta untuk mengambil pilihan kebijakan yang tidak memberatkan rakyat," papar Mulyanto.

Untuk diketahui, defisit transaksi berjalan (DTB) sektor migas, karena impor minyak dan LPG, pada tahun 2019 sebesar USD 10 milyar. Sedikit menurun, karena pandemi menjadi USD 10 milyar pada tahun 2020.

Kemudian kembali meningkat menjadi USD 13 milyarpada tahun 2021. Artinya pada tahun 2021 terjadi peningkatan defisit transaksi berjalan sebesar USD 3 milyar.

Baca Juga: Evaluasi Pemerintahan Jokowi Akhir Tahun 2021, DPR: Bidang Energi Masih Merah

Di sisi lain, sebagai ilustrasi, penerimaan negara dari ekspor batubara dan CPO pada tahun 2020 masing-masing sebesar 16 milyar USD dan 18 milyar USD.

Halaman:

Editor: Muhammad Alfin


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x