Cegah Gagal Paham Masyarakat tentang Pengenaan Pajak Sembako

- 25 September 2021, 17:00 WIB
Ilustrasi sembako.
Ilustrasi sembako. /Antara Foto/Maulana Surya/ANTARA FOTO

Pedoman Tangerang - Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan akan berupaya meningkatkan penerimaan negara dari pajak.

Rencana tersebut dituangkan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. 

Pada rancangan tersebut, berbagai opini negatif ramai diberitakan atas kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai RUU yang sedang dibahas oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Panitia Kerja (Panja) RUU KUP Komisi XI DPR RI.

Baca Juga: Terapkan Hukum Islam di Afghanistan, Taliban Akan Potong Tangan Para Pencuri

Peneliti Bidang Ekonomi The Indonesian Insititute (TII), Center for Public Policy Research, Nuri Resti Chayyani, mengungkapkan bahwa pemberitaan yang tidak merata akan menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta pada Kamis, 23 September 2021.

“Bagi masyarakat biasa, tentunya wacana pengenaan pajak untuk sembako akan menimbulkan konflik ditengah masyarakat, apalagi di masa pandemi seperti sekarang ini.” ujar Nuri.

Nuri mengungkapkan, tentunya upaya pemerintah untuk meningkatkan  pendapatan untuk negara demi menutup defisit yang terjadi memerlukan upaya yang lebih dalam sosialiasi dan komunikasi publiknya.

Baca Juga: Pelaku Penusukan TNI di Depok Tertangkap

Informasi yang keliru perlu diluruskan agar tidak terjadi miskonsepsi yang berujung pada ketidakpercayaan masyarakat kepada pembuat kebijakan.

Seperti yang kita ketahui, defisit negara hingga bulan Agustus 2021 mencapai Rp383,2 triliun atau setara dengan 2,32 persen dari PDB.

Peningkatan penerimaan negara sangat diperlukan walaupun menurut data sudah menunjukkan nilai yang aman. 

Baca Juga: Perempuan Wajib Sering Jalan Kaki, Lakukan Hal Ini dan Lihat Apa Yang Terjadi

Menurut Direktorat Jendral Pajak (DJP), pada unggahan postingan media sosialnya, untuk saat ini, makanan pokok baik yang biasa maupun premium, yang harganya mahal maupun yang murah tidak dikenakan PPN. 

Hal tersebut mengakibatkan konsumsi beras premium dan beras biasa sama-sama tidak kena PPN.

DJP mengungkapkan, konsumen barang biasa dengan barang premium memiliki daya beli yang berbeda.

Baca Juga: Diduga Perkosa Wanita, Pria di India Dipaksa Cuci Baju 1 Kampung

Daya beli masyarakat yang mengonsumsi daging wagyu dengan daging segar yang ada di pasar tentunya berbeda. 

Oleh karena itu, pemerintah sedang menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang berisi mengenai konsep reformasi perpajakan, salah satunya reformasi sistem PPN. 

Rencana pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap sembako ini memiliki tujuan untuk menegakkan keadilan perlakuan di tengah kelas ekonomi di masyarakat. 

"Di sisi lain, reformasi perpajakan dan persentase tarif pajak dan objek pajak seyogyanya perlu dipelajari lebih matang dan bijak. Hal ini penting agar kebijakan ini tidak hanya dapat meningkatkan pendapatan negara dan pemerataan pembangunan serta perbaikan pelayanan publik, namun juga memberi insentif bagi kebebasan ekonomi," tutup Nuri.***

Editor: R. Adi Surya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah