Serikat Pekerja Tolak Privatisasi Subholding dan IPO Pembangkit PLN

- 27 Juli 2021, 14:00 WIB
Ilustrasi: Serikat Pekerja PLN menolak keras rencana pemerintah memprivatisasi sektor ketenagalistrikan.
Ilustrasi: Serikat Pekerja PLN menolak keras rencana pemerintah memprivatisasi sektor ketenagalistrikan. /Foto: Antara.

Pedoman Tangerang - Serikat Pekerja di sektor ketenagalistrikan kompak menolak Program Holdingisasi dan rencana Kementerian BUMN yang akan melakukan privatisasi terhadap usaha-usaha ketenagalistrikan yang saat ini masih dimiliki oleh PT. PLN (Persero) dan anak usahanya.

Serikat buruh yang menolak kebijakan tersebut terdiri dari Serikat Pekerja PT. PLN (PERSERO) atau SP PLN, Persatuan Pegawai PT. Indonesia Power (PP IP), dan Serikat Pekerja PT. Pembangkitan Jawa Bali (SP PJB). Mereka menyebut privatisasi tersebut akan membentuk Holding asset pembangkit dan selanjutnya dijual sebagian sahamnya melalui IPO.

Ketua Umum DPP SP PLN, Muhammad Abrar Ali, mengatakan saat ini ada upaya dari Kementerian BUMN untuk melakukan holdingisasi terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

"Pemerintah akan menggabungkan beberapa BUMN dan anak perusahaan melalui pembentukan Holding. Adapun BUMN dan anak perusahaannya tersebut adalah PT. Pertamina Geothermal Energy, Unit PT. PLN (Persero) yaitu PLTP Ulebelu Unit #1 & #2; PLTP Lahendong Unit #1 s.d #4, PT. Indonesia Power (Anak Perusahaan PT. PLN (Persero)) yaitu PLTP Kamojang Unit #1 s.d #3, PLTP Gunung Salak Unit #1 s.d #3, dan PLTP Darajat serta PT. Geo Dipa Energi," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa, 27 Juli 2021.

Baca Juga: PPKM Darurat Bakal Diperpanjang, KSPI: Ancaman PHK di Depan Mata

Masalahnya, kata Abrar, rencana Holdingisasi PLTP ini akan menjadikan PT. Pertamina Geothermal Energy (PT PGE) sebagai Holding Company-nya.

Padahal jika merujuk pada pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi terkait dengan Putusan judicial review UU Ketenagalistrikan, disebutkan bahwa untuk usaha ketenagalistrikan maka yang menjadi Holding Company-nya adalah PT. PLN (Persero).

"Persoalannya adalah apakah yang dimaksud dengan perusahaan negara pengelola tenaga listrik hanyalah BUMN, dalam hal ini PLN, ataukah bisa dibagi dengan perusahaan negara yang lain, bahkan dengan perusahaan daerah (BUMD) sesuai dengan semangat otonomi daerah?," tanya Abrar.

Abrar menjelaskan, jika PLN memang masih mampu dan bisa lebih efisien, tidak ada salahnya jika tugas itu tetap diberikan kepada PLN. Tetapi jika tidak, dapat juga berbagi tugas dengan BUMN lainnya atau BUMD dengan PLN sebagai “holding company”.

Halaman:

Editor: Alfin Pulungan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x