Perpres Baru Jokowi Soal BPJS, APINDO: Jangan Bebani Pelaku Usaha

27 Mei 2024, 19:42 WIB
Nurjaman dan Danang Girindrawardana membahas isu kesehatan dalam kacamata usahawan /

Pedoman Tangerang - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menetapkan peraturan baru yaitu Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, pada 08 Mei 2024.

Peraturan baru ini mengatur penerapan fasilitas ruang perawatan rumah sakit kelas rawat inap standar (KRIS) dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Perpres baru ini juga mengindikasikan penghapusan kelas-kelas iuran BPJS oleh pemerintah menjadi satu tarif.

Kebijakan tersebut tidak sedikit membuat para masyarakat dan tokoh mengemukakan komentar dan kritikannya.

Salahsatunya oleh Nurjaman selaku Wakil Ketua bidang Ketenagakerjaan dan Jaminan Sosial di Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) yang ia kemukakan di channel Krapu TV.

Acara yang dipandu oleh Danang Girindrawardana tersebut menjelaskannya dampak destruktif kebijakan baru BPJS tersebut.

Danang mengatakan bahwa kebijakan ini merupakan upaya agar BPJS tidak terus merugi sebagimana yang dialami oleh lembaga kesehatan tersebut.

Nurjaman menimpali bahwa ikhtiar Pemerintah dapat dibenarkan namun tidak membebankannya kepada pihak lain.

Nurjaman menilai dalam hal ini para pengusaha dan pegiat industri yang kelak akan dibebankan tarif BPJS yang naik tersebut.

"Memang kita tahu bahwa pendidikan, kesehatan dan transportasi adalah tanggung jawab sosial Pemerintah, terutama kesehatan. Karena itu jika BPJS merugi, seharusnya pemerintah tidak membebankannya kepada pihak lain," kata Nurjaman pada 23 Mei 2024.

Ia mengatakan jika pemerintah bersedia mencover makan siang gratis dari dana APBN, kenapa masalah BPJS yang jelas-jelas penting tidak dicover besar-besaran?

Menyinggung iuran yang harus ditanggung oleh pengusaha, Nurjaman mengatakan bahwa iuran 4% iuran yang harus dibayarkan oleh pengusaha kepada BPJS itu sudah cukup besar.

"Pengusaha tidak hanya membayar iuran BPJS kesehatan, tetapi juga iuran ketenagakerjaan. Kami sebenarnya tidak masalah atas kewajiban ini, tetapi Pemerintah setidaknya memberi kami keringanan atau kebijakan yang menguntungkan bagi pelaku usaha," katanya.

Nurjaman menjelaskan keadaan ekonomi nasional belakangan ini tidak begitu cerah. 

Kelesuan ekonomi ini pasti juga dirasakan oleh setiap pelaku usaha, karena itu Nurjaman meminta kebijaksanaan pemerintah dalam mengambil tiap keputusan.

Ia mengkhawatirkan dalam rencana kenaikan atau premi BPJS, lembaga tersebut tidak menghadirkan para stakeholder untuk berembuk.

"Kami berharap kepada perwakilan pengusaha yang duduk sebagai dewan pengawas BPJS, setidaknya bisa menyampaikan kondisi rill dilapangkan dan kemampuan pengusaha agar premi tersebut tidak merugikan pelaku usaha tanah air jikalau mengalami kenaikan," tegasnya.

Diketahui Presiden telah mengeluarkan Perpres no. 59 tahun 2024 yang mengatur tentang jaminan sosial.

Presiden sendiri berjanji tidak akan ada kenaikan BPJS selama 2024 ini, namun ia juga menyerahkan kenaikan tarif iuran kepada lembaga BPJS tersebut.

Ini yang dikhawatirkan Nurjaman dan para pelaku usaha lainnya, jika masalah tarif jaminan kesehatan ini tidak dikaji secara bijak, justru malah menjadi Boomerang bagi dunia usaha dan perekonomian nasional secara keseluruhan.***



Editor: R. Adi Surya

Tags

Terkini

Terpopuler